Senin, 29 November 2010

AL-KINDI

FILSAFAT ISLAM
AL-KINDI
A. Biografi Al-Kindi
Al-Kindi mempunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Ash-Shabbah bin Imran bin Ismail bin Al-Ast bin Qays Al-Kindi. Nama Al-Kindi dinisbahkan pada suku (keturunan Kindah) yang menempati daerah selatan jazirah arab, yaitu Banu Kindah, dia lahir di Kuffah tahun 185 H (801 M) dan ayah seorang Gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-Rasyid (Bani Abbas), sehingga masa kecilnya merasakan pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid hingga berusia 9 tahun.1
Al-Kindi juga merasakan pemerintahan Abbasiyah berikutnya yaitu al-Amin (809-813 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wathiq (842-847 M), dan al-Mutawwakkil (847-861 M).2 pada masa pemerintahan al-Ma’mun dia memasuki istana Abbasiyah sebagai pengawas Bait al-Hikmah untuk menterjemahkan dan menyunting karya-karya Yunani.3 Setelah selesai menyelesaikan pendidikan di Basrah, ia melanjutkan pendidikan ke Bagdad hingga tamat.4
Al-Kindi juga bertindak sebagai astrolog istana dan tutor bagi salah satu pangeran yang bernama Ahmad bin Mu’tashim. Selain itu ia juga seorang penulis dan ilmuwan ensiklopedi. Tulisan orisinilnya berjumlah 275 termasuk buku-buku filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika, matematika, astronomi, kedokteran, musik, optik, astronomi, geografi, fenomenologis, sejarah peradaban, teologi dan bidang-bidang lainnya.5
Al-Kindi hidup dalam suasana pro dan kontra yaitu disaat inquisisi bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Ia terseret dalam gelombang besar mu’tazilah yang menjadi akidah resmi negara pada masa pemerintahan al-Ma’mun, al-Mu’tashim, dan al-Wasiq. Pada masa pemerintahan al-Mutawakkil yang cenderung kepada as-sunnah frekuensi mu’tazilah diperkecil.6 Al-Kindi di fitnah telah meremehkan ulama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari agama. Al-Kindi menyingkir dari dimensi politik hingga pemerintahan al-Mu’tashim Billah yang menjadi korban fitnah dan wafat pada tahun 252 H (866 M) ia juga meninggal di Bagdad pada tahun ini.7
B.     PEMIKIRAN AL-KINDI
Menurut Al-Kindi filosofi ialah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.8 Dari beberapa karyanya Al-Kindi dapat bahwa diketahui ia adalah penganut eklektisime.9 dalam metafisika ia mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, bidang etika ia mengambil pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadiannya sebagai muslim tetap bertahan.10
1.    Matematika
Matematika menurut Al-Kindi merupakan pengantar penting bagi filsafat. Filsafat tak bisa dipelajari tanpa matematika. Matematika diterapkannya dalam filsafat alam dan ilmu kedokteran campuran. Jika ingin membuat campuran panas atau lembab pada derajat pertama, kita harus membuatnya panas atau lembab, jika menginginkan pada derajat kedua sebanyak empat kali, dan begitu seterusnya. Menurut Al-Kindi, ini harus diputuskan dengan indera yang dapat memberi petunjuk tentang relasi proporsional yang ada antara stimulus dan sensasi.11
Al-Kindi sebagai filosofi  Islam juga tak ketinggalan dari filosofi Barat. Dia yang mempunyai pemikiran tinggi juga menyempatkan diri untuk mempelajari  ilmu-ilmu yang bersifat umum. Dengan lahirnya  pemikir Al-Kindi  inilah umat  Islam  menjadi  maju dan tidak di perbudak orang  Barat lagi.
1.    Metafisika Wujud
Menurut Al-Kindi, filsafat yang paling tinggi martabatnya adalah filsafat yang membicarakan Tentang Causa Frima (Ke-Esa-an Tuhan dan berakhirnya alam). Dia meyakini bahwa dunia ini adalah karya Tuhan. Sebab pertama yang satu dan Abadi. Tuhan adalah wujud yang haq yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan pernah tiada selama-lamanya. Ada sejak awal dan tetap ada selama-lamanya. Tuhan tidak didahului oleh wujud lain serta tidak akan pernah berakhir. Tidak ada wujud lain melainkan dengan perantaraan-Nya.12
Al-Kindi menantang filsafat Aristoteles yang menyatakan bahwa penciptaan alam bersifat pribadi. Sedang menurut Wahyu, alam diciptakan oleh Tuhan. Al-Kindi menyampaikan solusinya dengan memadukan pythagorieanisme dan Neoplatonisme bahwa penciptaan merupakan emanasi (pancaran) dari alam tertinggi yang diciptakan oleh Tuhan secara tidak langsung.13
Wujud Tuhan dibuktikan dengan adanya gerak, keanekaan dan keteraturan alam sebagaimana argumentasi filosofi Yunani (Aristoteles) yaitu penggerak yang tidak bergerak. Menurut Al-Kindi ini sejalan dengan argumen ilmu kalam: Alam berubah-ubah, semua yang berubah adalah baru. Karena itu alam ini merupakan ciptaan yang mengharuskan adanya pencipta.14
Membicarakan adanya Tuhan adalah hal yang lebih utama. “اَوَلُ الدِّيْنَ مَعَرِفُةُ الله” Awal agama adalah mengenal Allah. Maksudnya orang yang menginginkan kesempurnaan agamanya hendaklah terlebih dahulu mengenal Tuhannya.
Sebagai Muslim, Al-Kindi berfilsafat tidak hanya sekedar mengandalkan rasio saja, tetapi juga harus berpedoman dengan ayat-ayat al-Qur’an. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kekuasaan Tuhan. Sang pencipta yang tidak ada permulaannya (tidak didahului oleh wujud lain) dan tidak pernah berakhir (abadi selamanya). Firman Allah:
هُوَاْلاَوَّلُ وَاْلأخِرُ وَالظَّاهِرُوَالْبَاطِنُ، وَهُوَبِكُلِّ شَئْ ٍعَلِيْمٍ.
Artinya:    “Dia-lah yang awal dan yang akhir yang zhahir dan yang Bathin dan dia maha mengetahui segala sesuatu.15
وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوالْجَللِ وَاْلاِكْرَامِ.
Artinya: “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.16
Dalam penciptaan sesuatu termasuk alam ini tidak dilakukan secara langsung artinya tidak berhajat terhadap sesuatu yang lain dan juga memerlukan waktu lama. Tentang penciptaan sesuatu bagi Tuhan dijelaskan melalui firman-Nya:
1.    Bukti-bukti Mengenai ada-Nya
-         Bukti pertama bahwa alam semesta diciptakan dalam dimensi waktu. Alam semesta itu terbatas dalam badan waktu dan gerak, yang berarti bahwa alam semesta pasti telah diciptakan. Menurut hukum sebab akibat, segala sesuatu yang diciptakan pasti mempunyai pencipta yaitu Tuhan. Dengan demikian Dia ada.17
Tentang pembuktian Al-Kindi bahwasanya Tuhan adalah sang pencipta alam semesta dapat disesuai dengan ayat al-Qur’an yang berbunyi:
اَللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّموَاتِ وَاْلاَرْضَ وَمَابَيْنَهُمَا…
Artinya: Allah-lah yang menciptakan dan bumi dan apa diantara keduanya…18
-         Bukti kedua, Al-Kindi menjelaskan istilah “satu” yang mempunyai dan arti. Sebagai objek dapat berarti “tunggal” dan dalam hal penciptaan dianggap Esa. Satu sebagai bilangan bisa diterapkan kepada Tuhan dan objek-objek tunggal. Hal ini hanya bisa diterapkan pada wujud Tuhan.19 Pembuktian Al-Kindi bahwanya Tuhan itu satu tidak berbilang-bilang didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an. Jika Tuhan lebih dari satu maka akan ada persaingan diantara-Nya, dan jika Tuhan sudah bersaing maka kacaulah kehidupan di dunia ini. Adapun ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwasanya Tuhan itu satu (tunggal) ialah:
وَاِلـهُكُمْ اِلهٌ وَاحِدٌ  لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْم.
Artinya:   “Dan Tuhan-mu adalah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah melainkan Dia yang maha pemurah lagi maha penyayang)20
-         Bukti ketiga didasarkan pada prinsip bahwa sesuatu tidak dapat menjadi sebab dari dirinya, karena agar menjadi sedemikian sesuatu itu harus ada sebelum dirinya. Yang dimaksud “sesuatu” adalah yang diciptakan dan bukan Tuhan.
-         Bukti keempat bersifat analogis yaitu diantara makrokosmos dan mikrokosmos. Contohnya berfungsinya tubuh manusia yang tertib dan mulus yang menunjukkan ke arah adanya pengatur yang cerdas dan tidak kelihatan. Demikian pula jalannya alam semesta yang tertib dan selaras menunjukkan kearah adanya pengatur yang serba cerdas dan tidak kelihatan yakni Tuhan.
-         Bukti kelima yakni argumen teologis. Ia menunjukkan bahwa gejala alam yang tertib dan menakjubkan itu tidak mungkin ada maksud tertentu dan terjadi secara kebetulan. Gejala itu menyiratkan sesuatu pengarahan yang menakjubkan dan pengaturan yang datang dari Tuhan. Al-Kindi memandang eksistensi keteraturan, ketertiban dan keselarasan dalam alam sebagai akibat dari pengaturan-Nya yang bijaksana.21
Al-Kindi berusaha membuktikan bahwasanya Tuhan itu ada dengan cara membaca tanda-tanda kejadian di alam ini. Setiap kejadian yang selalu mengalami perubahan, namun perubahannya tetap berjalan tertib. Dan setiap perubahan segala sesuatu yang terjadi di muka bumi pasti ada pelajaran yang bisa diambil, terutama bagai orang-orang yang berfikir. Firman Allah:
فَالِقَ اْلاِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَفًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ.
Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang maha perkasa lagi maha mengetahui”.22
1.    Mengenai Sifat-sifat-Nya
Qur’an menyatakan Tuhan hanya satu. Tiada Tuhan kecuali Allah. Mengenai sifat-sifat Tuhan terdapat tujuh puluh dua mazhab yang memberikan argumennya. Namun, semuanya itu merupakan variasi dari mazhab utama : Antropomorfis, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kelompok pertama mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan sama dengan sifat manusia. Mayoritas mu’tazilah mendukung teori bahwa sifat-sifat Tuhan sama dengan escusi-Nya.23
Al-Kindi sebagai filosofi muslim tak henti-hentinya menegakkan Ke-Tauhidan, dan menantang segala hal yang dapat merusak ketauhidan itu sendiri. Al-Kindi telah membuktikan adanya Tuhan yang Esa (satu). Adanya Tuhan tidak sama seperti adanya manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan, karena hal itu dapat menggugurkan ke-Esaan Tuhan.
…لَيْسَ كَمِثْلِه شَئٌ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Atinya :   “…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”24
1.    Etika
Al-Kindi menerangkan bahwa jiwa manusia menyatu dengan tubuh di satu pihak dan mempunyai asal-usul dipihak lain mematikan hawa nafsu adalah jalan untuk memperoleh keutamaan, kenikmatan hidup lahiriah adalah keburukan. Bekerja untuk memperoleh kenikmatan berarti meninggalkan penggunaan akal.25
Firman Allah:
اِعْلَمُوْا انما الْحَيَوةِ الدُّنْيَا لَعِبُ وَلَهْوٌوَتَفَا خُرٌبَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى اْلاَمْوَالِ وَاْلاَوْلاَدِ…
Artinya:   “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu adalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan diantara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak….26
Al-Kindi sebagai seorang filosofi muslim selain bertafakur akan adanya Tuhan, ia juga berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam mencari kebenaran Al-Kindi Tak mau meyakini sesuatu yang sifatnya hanya sesaat.
C.     PEMADUAN FILSAFAT DAN AGAMA
Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama memadukan/menyelaraskan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan Wahyu. Menurutnya keduanya itu tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, kesesaan-Nya, dan keutamaan lain yang mengajarkan untuk mengambil manfaat dan menjauhkan diri dari yang mudarat. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dibawa oleh para rasul Allah yang menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Tujuan ungkapan Al-Kindi tersebut adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam dengan membawa ayat al-Qur’an.27
…فَاعْتَبِرُوْايااُوْلِى اْلاَبْصَارِ.
Artinya:   “…maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.28
Lebih lanjut Al-Kindi mengemukakan tiga alasan pemaduan filsafat dan agama, yaitu:
1.    Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
2.    Wahyu yang diturunkan kepada nabid an kebenaran filsafat saling bersesuaian.
3.    Menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Dalam tulisannya Kammiyat Kutub Aristoteles, al-Kindi mengemukakan perbedaan antara filsafat dan agama, sebagai berikut:
1.    Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosofi dengan berpikir, belajar, dan usaha-usaha manusiawi. Sementara itu, agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati peringkat tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar,berpikir, dan usaha-usaha manusiawi, melainkan hanya dikhususkan bagi para rasul yang  dipilih Allah dengan menyucikan jiwa mereka dan memberinya Wahyu.
2.    Jawaban menunkukkan ketidakpastian (semu) Dan memerlukan pemikiran atau perenungan. Sementara itu, agama (al-Qur’an) jawabannya menunjukkan kepastian (mutlak benar) dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
3.    Filsafat menggunakan metode logika, sedangkan agama menggunakan metode keimanan.29
D.    KESIMPULAN
Al-Kindi adalah seorang filosofi Islam yang berusaha mempertemukan ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Ia hidup pada masa perkembangan aliran Mu’tazilah yang dirikan oleh Washil bin A’tha. Sebagai seorang filosofi ia yakin bahwa rasio yang diberikan Tuhan haruslah dimanfaatkan untuk mencari tentang kebenaran realitas, namun dalam mencari kebenaran tersebut sebagai muslim ia harus berpedoman pula dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sumber dari segala sumber ilmu. Pada dasarnya berbagai cabang ilmu, termasuk ilmu pengetahuan umum yang diadopsi oleh orang-orang barat (Yunani) berasal dari Islam (Al-Qur’an). Namun, di saat kemunduran Islam pada masa Turki Utsmani piintu ijtihad ditutup sehingga para pemikir  Islam menerima  apa adanya, tanpa berani mengembangkannya, karena  takut  divonis  kafir.
Menurut Al-Kindi tidak semua filosofi Yunani itu bertentangan dengan agama. Namun, tidak semua pula harus diterima. Sebagai seorang yang berpengetahuan tinggi Al-Kindi mengambil beberapa bagian pendapat para filosofi Yunani. Karena itulah, ia disebut penganut aliran Elektisime. Dalam berfilsafat, Al-Kindi tidak mengaburkan agama. Ia adalah orang yang berhasil mendamaikan antara filsafat dan agama. Ia menghadapkan argumennya kepada orang-orang agama yang tidak senang terhadap filsafat dan filosof. Jika ada yang mengatakan bahwa filsafat tidak perlu, mereka harus memberikan argumen dan menjelaskannya. Usaha pemberian argumen tersebut merupakan bagian dari pencarian pengetahuan tentang hakikat. Dengan demikian, Al-Kindi merupakan pioner dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat dan agama atau akal dan Wahyu. Ia melapangkan jalan bagi Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd yang datang kemudian. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peranan besar dan penting dipentas filsafat Islam.
Ia juga berargumen bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan, berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta ini tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karena itu, Al-Kindi tidak termasuk filosofi yang dikritik Al-Ghazali. Al-Kindi juga tidak mau ketinggalan dengan pemikiran Barat. Ia juga mempelajari ilmu umum untuk meningkatkan kemajuan umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Atiyeh, George N.,Al-Kindi Tokoh Filsafat Muslim, Bandung : Pustaka, 1983.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-‘Ally, Bandung : Diponegoro, 2005.
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Mahdi Khan, Ali, Dasar-Dasar Filsafat Islam, Bandung : Nuasa, 2004.
Mustofa, A., Filsafat Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997.
Smith, Huston, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

1 A. Mustofa. H, Filsafat Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997, cet. 1, h. 99.
2 George N. Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filsafat Muslim, Alih Bahasa Kasidjo Djojosuwarno, Bandung : Pustaka, 1983, cet. 1, h. 1.
3 Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar Filsafat Islam, Bandung : Nuansa, 2004, cet. 1, h. 47.
4 A. Mustofa. H, Filsafat …, h. 100.
5 Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar…, h. 47.
6 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, cet. 1, h. 229.
7 A. Mustofa. H, Filsafat …, h. 102.
8 Ibid, h. 104.
9 Aliran Elektisime adalah suatu kepercayaan yang tidak mempergunakan atau mengikuti metode apapun yang ada, melainkan apa yang paling baik dari metode-metode filsafat.
10 Ibid, h. 101-2.
11 Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar…, h. 48.
12 A. Mustofa. H, Filsafat …, h. 108-9.
13 Huston, Smith, Ensiklopedi Islam, (terj.), Ghufron A. Mas’adi, edisi 2, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999, h. 220.
14 A. Mustofa. H, Filsafat …, h. 109.
15 Al-Hadid [57] : 3.
16 Ar-Rahman [55] : 27
17 George N. Aliyeh, Al-Kindi…, h. 55.
18 As-Sajadah [32] : 4.
19 George N. Atiyeh, Al-Kindi…, h. 57-9.
20 Al-Baqarah [2] : 163.
21 George N. Atiyeh, Al-Kindi…, h. 57-9.
22 Al-An’am [6] : 96.
23 George N. Atiyeh, Al-Kindi…, h. 59-60.
24 As-Syuura [42] : 1.
25 A. Mustofa. H., Filsafat…., h.110.
26 Al-Hadid [57] : 20.
27 Sirajuddin, Zar, Filsafat Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h. 44
28 Al-Hasyr [59] : 2
29 Sirajuddin Zar, Filsafat….,h. 45-8

Selasa, 23 November 2010

KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI



PEMBAHASAN
KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI
A.  PENGERTIAN VARIASI
            Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Variasai dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan/dibuat untuk memberi kesan yang unik. Misalnya dua model baju yang sama tetapi berbeda hiasannya akan menimbulkan kesan unik bagi masing-masing model tersebut.
            Didalam kehidupan sehari-hari variasi memegang peranan yang sangat penting. Tanpa variasi hidup ini akan membosankan. Bayangkan saja kalau setiap hari kita harus makan makanan yang sama, misalnya hanya nasi putih dan ikan asin saja.
            Sejalan dengan kehidupan sehari-hari variasi sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan menjadi sangat bosan jika guru selalu mengajar dengan cara yang sama.[1]
             Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang membosankan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.[2] Apabila guru tidak menggunakan variasi didalam mengajar maka ini akan membosankan siswa, dan menyebabkan siswa menjadi mengantuk dan akibatnya tujuan pembelajaran menjadi tidak tercapai. Penerimaan informasi tentu saja tidak hanya dari segi banyaknya (jumlah) melainkan keragaman informasi yang diperoleh. Ketika anak  mengamati gambar rumah dengan warna yang bermacam-macam berbagai bentuk atau model, ukuran, dan keragaman gambar rumah yang bervariasi, maka anak akan mendapatkan informasi tentang warna, bentuk, ukuran, dan variasi-variasi lain sesuai dengan yang ditunjukkan dari gambar rumah tersebut.
            Para ahli berpendapat salah satunya yaitu Montessori bahwa anak memiliki masa peka terhadap stimulus yang diterima melalui panca indranya. Dengan demikian panca indra yang dimiliki anak merupakan pintu untuk masuknya informasi semakin banyak dan bervariasi informasi yang ditangkap  melalui panca indra yang dimilikinya, maka akan semakin banyak dan beragam pula informasi yang diperolehnya.
              Variasi stimulus adalah dengan keragaman stimulus yang diberikan, sehingga memungkinkan siswa dapat merespon melalui alat indera yang dimilikinya. Melalui perbedaan stimulus yang bervariasi selain akan memperkaya informasi yang diperoleh siswa, juga akan menjadikan proses pembelajaran dapat berjalan secara dinamis dan tidak membosankan.[3]
            Adapun keterampilan memberi variasi yang dijelaskan dalam buku karangan Kunandar, yaitu usaha guru untuk menghilangkan kebosanan siswa dalam menerima pelajaran melalui variasi gaya mengajar, penggunaan media, pola interaksi kegiatan siswa, dan komunikasi nonverbal (suara, mimik, kontak mata, dan semangat).[4]
Didalam proses belajar mengajar, variasi ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam gaya mengajar seorang guru, melihat media apa yang digunakan, dan prubahan dalam pola interaksi. Variasi ini lebih bersifat proses daripada produk.[5] Kalau tujuan pembelajaran mencakup domein (ranah) dengan berbagai jenjang penguasaan maka disarankan untuk memakai berbagai jenis metode pada setiap penyajian  apalagi kalau siswanya sangat bervariasi.[6]

            Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian variasi gaya mengajar, yaitu sebagai berikut :
a.       Menurut Uzer Usman variasi adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid, sehingga dalam situasi belajar murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi.
b.      Menurut Abu Ahmadi gaya belajar, adalah tingkah laku sikap, dan perbuatan guru dalam melaksanakan proses pengajaran
c.       Menurut Syahminan Zaini, gaya mengajar adalah gaya atau tindak-tanduk guru sebagai pernyataan kepribadiannya dalam menyampaikan bahan pelajarannya kepada siswa.
d.      Menurut Abdul Qadir Munsyi, gaya mengajar adalah gaya yang dilakukan guru pada saat mengajar dimuka kelas.[7]
            Dari definisi pendapat para ahli tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam konteks belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya.
            Dari kesimpulan penulis bahwa variasi adalah tindakan yang beraneka ragam yang membuat sesuatu menjadi tidak monoton, didalam pembelajaran yang mana dapat menghilangkan kebosanan, dapat meningkatkan minat dan rasa ingin tahu siswa, dan juga membuat kadar keaktifan siswa menjadi bertambah. Contohnya saja, seorang guru membuat variasi misalnya yang membuat siswa menjadi penasaran, tentunya siswa akan menjadi ingin tahu dan akhirnya ia akan menjadi aktif dan bertanya tentang hal yang tidak ia ketahui tersebut.

B.  TUJUAN DAN MANFAAT VARIASI
      Tujuan
            Penggunaan Variasi terutama ditujukan kepada anak didik, dan bermaksud.
1)            Meningkatkan dan memelihara perhatian anak didik terhadap relevansi proses belajar mengajar;
                      Dalam proses belajar mengajar, perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru merupakan masalah yang sangat penting, karena dengan perhatian tersebut akan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan tersebut akan tercapai bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap materi yang diberikan dalam suatu pertemuan di kelas. Dalam jumlah siswa yang banyak, biasanya sulit atau sukar untuk mempertahankan agar perhatian siswa tetap pada materi yang diberikan. Memang ada banyak faktor yang mempengaruhinya, misalnya ; faktor penjelasan guru yang kurang mengenai sasaran, faktor gaya guru dalam mengajar yang tanpa ada variasinya, dan lain sebagainya. Jadi, masalah perhatian siswa terhadap pelajaran tidak bisa dikesampingkan dalam konteks pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan variasi gaya mengajarnya, apakah sudah dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang dijelaskan atau belum.
2)            Memberi kesempatan berfungsinya  motivasi dan rasa ingin tahu    melalui eksplorasi dan penyelidikan terhadap situasi yang baru;
                        Memberi kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi dalam belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting, karena tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Motivasi ada 2, yaitu : motivasi intrinsik (dari dirinya sendiri) dan motivasi ekstrinsik (dari luar dirinya sendiri).
                    Dalam proses belajar mengajar di kelas, tidak setiap siswa didalam dirinya ada motivasi intrinsik yakni kesadarannya sendiri untuk memperhatikan penjelasan guru, rasa ingin tahu lebih banyak terhadap materi yang diberikan guru. Dalam pertemuan dikelas ada juga siswa yang tidak ada motivasi dalam dirinya (Intrinsik), masalah inilah yang sering dihadapi guru. Guru selalu dihadapkan masalah motivasi yakni motivasi ekstrinsik, yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Jadi siswa yang tidak ada motivasi didalam dirinya (intrinsik) memerlukan motivasi ekstrinsik untuk me;lakukan kegiatan belajar. Disinilah peranan guru lebih dituntut untuk memerankan motivasi, yaitu motivasi sebagai alat mendorong siswa untuk berbuat, sebagai alat untuk menentukan arah dan sebagai alat untuk menyeleksi kegiatan.
3)            Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah melalui penyajian gaya mengajar yang semangat dan antusias, sehingga meningkatkan iklim belajar siswa.
       bahwa kenyataan yang ada di kelas yakni adanya siswa atau siswi yang kurang senang terhadap dirinya. Sikap negatif ini bisa jadi disebabkan gaya guru mengajar yang kurang bervariasi, gaya mengajar guru tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Konsekwensinya bidang studi yang dipegang guru tersebut menjadi tidak disenangi. Mungkin bisa ditunjukkan dari sikap acuh tak acuh siswa ketika guru tersebut sedang menjelaskan materi pelajaran di kelas.
         Ketika mengajar, guru selalu duduk dengan santai dikelas tanpa memperdulikan tingkah laku siswa atau anak didiknya. Ini adalah jalan pengajaran yang sangat membosankan. Dalam hal ini guru gagal menciptakan suasana belajar yang membangkitkan kreatifitas dan kegairahan belajar siswa. Guru yang bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan mengambil hati siswanya. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh guru. Siswa juga ingin selalu dekat  dengan guru.
         Guru yang dirindukan siswa biasanya dikarenakan gaya mengajarnya dan pendekatannya sesuai dengan psikologis siswa. Variasi gaya mengajarnya mempunyai relevansi dengan gaya belajar siswa
4)            Memberi pilihan dan fasilitas dalam belajar individual.
Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Terutama keterampilan bervariasi, untuk mengembangkan keterampilan variasi mengajar ini, guru hendaklah menguasai penggunaan media, berbagai pendekatan dalam mengajar, berbagai metode mengajar. Dengan penguasaan tersebut, akan memudahkan guru melakukan pengembangan variasi mengajar dan memberi kemungkinan guru untuk memilih mana yang kebih tepat yang dapat menunjang tugasnya mengajar dikelas.Fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada di sekolah, fungsinya sebagai alat bantu pengajaran. Lengkap tidaknya fasilitas belajar mempengaruhi pemilihan yang harus dilakukan. Misalnya ; kurangnya fasilitas dalam bidang studi IPA (Fisika, Biologi). Mungkin tidak adanya laboratorium Fisika ini menyebabkan kurangnya kemampuan metode eksperimen. Maka, alternatif yang sangat terpaksa guru lakukan adalah memilih metode ceramah atau tanya jawab yang sebenarnya kurang sesuai dengan mata pelajarannya.[8]
                  Sedangkan tujuan Melalui variasi stimulus dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1.      Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relepansi terhadap proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar  perhatian siswa terhadap materi pelajaran merupakan masalah  yang sangat penting, karena dengan perhatian tersebut akan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2.      Terciptanya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa
3.      Menghilangkan kejenuhan dan kebosanan sebagai akibat dari kegiatan yang bersifat rutinitas
4.      Memberi kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi dalam belajar, motivasi memegang peranan pertama yang sangat penting karena tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi intrinsik (dari dirinya sendiri) dan motivasi ekstrinsik (dari luar dirinya sendiri).
5.      Memiliki kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individu. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar terutama keterampilan bervariasi.
6.      Mengembangkan sifat keingintahuan siswa terhadap  hal-hal yang baru.[9]
7.      Membuat sikap positif terhadap guru dan sekolah, tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan yang ada dikelas yakni adanya guru atau siswa yang kurang senang terhadap dirinya. Guru yang bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan mengambil hati siswanya. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan, dan siswa juga ingin selalu dekat dengan guru.
8.      Meningkatkan kadar CBSA[10]
Manfaat Variasi Gaya Mengajar :
Mengajar menuntut guru untuk bekerja demi keberhasilan anak didiknya, sehingga kemajuan murid menjadi titik perhatian guru. Rasulullah SAW. menerapkan pengajaran yang sangat memperhatikan perkembangan siswa (sahabat)nya, agar mereka tidak merasa jemu dalam belajar, tersirat dalam hadits : Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud berkata : Nabi SAW. berselang-seling dalam memberikan pelajaran agar terhindar dari kebosanan. (H.R. Bukhari).
Jika dilihat dari hadits diatas, variasi gaya mengajar sudah ada sejak zaman Nabi SAW. sedangkan manfaat dari variasi tersebut menurut Uzer Usman adalah :
1)      Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar yang relevan.
2)      Untuk memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat ingin tahu dan ingin menyelidiki siswa tentang hal-hal baru.
3)      Untuk memupuk dan membentuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai gaya mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang baik.
4)      Guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenanginya.[11]
            Manfaat variasi gaya mengajar menurut para ahli :
1.      Menurut JJ Hasibuan.
a.       Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek belajar.
b.      Meningkatkan kemungkinan  berfungsinya motivasi rasa ingin tahu melalui kegiatan investigasi dan eksplorasi.
c.       Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
d.      Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi kemudahan belajar
e.       Mendorong aktivitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berguna dalam berbagai tingkat kognitif.[12]
C.  PRINSIP-PRINSIP PENGGUNAAN VARIASI

1.      Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan. Disamping itu juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi, terutama penggunaan variasi gaya mengajar, dalam bervariasi harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan agar menarik siswa untuk memperhatikan atau mendengarkan penjelasan guru.
2.      Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak menganggu proses belajar mengajar.
3.      Direncanakan secara baik dan eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran. Jadi penggunaan variasi ini harus benar-benar berstruktur dan direncanakan. Karena variasi ini memerlukan keluwesan, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa. Umpan balik ini ada dua yaitu :
a.       Umpan balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa, dan
b.      Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran.        
Dalam menerapkan variasi pembelajaran bukan hanya beraneka ragamnya jenis-jenis stimulus pembelajaran yang dikembangkan, melainkan ditentukan pula oleh faktor kualitasnya. Oleh karena itu agar penerapan variasi bisa mencapai sasaran pembelaran secara efektif, maka beberapa prinsip berikut ini harus menjadi pertimbangan, yaitu :[13]
a.       Bertujuan
      Variasi stimulus yang dikembangkan dalam pembelajran harus memiliki tujuan yang terarah dan jelas. Tujuan variasi harus sejalan dan diarahkan untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu variasi stimulus juga harus memperhatikan kesesuaianya dengan sifatt materi, karakteristik siswa berikut latar belakang sosial budayanya, dan faktor kemampuan guru untuk melaksanakannya.
b.      Fleksibel
      Variasi stimulus yang dikembangkan harus bersifat luwes dan baku (tidak dinamis). Sehingga setiap jenis variasi yang diterapkan memungkinkan dapat diubah disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan tuntuttan yang terjadi secara spontan pada saat tejadinya pembelajaran tanpa harus mengganggu keutuhan prose pembelajaran yang sedang dilaksanakan.
c.       Kelancaran dan berkesinambungan
      Setiap variasi yang dikembangkan dalam pembelajaran harus berjalan lancar. Perpindahan dari suatu bentuk stimulus kestimulus pembelajaran lainnya dalam rangka menerapkan stimulus pembelajaran yang bervariasi, semuanya harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga pesan pembelaran dapat diterima oleh siswa.
d.      Kewajaran/tidak dibuat-buat
      Variasi stimulus dalam pembelajaran tidak dibuat-buat sehingga tidak terkesan seperti dipaksakan. Oleh karena itu setiap jenis atau bentuk stimulus yang dikembangkan sebaiknya berjalan secara wajar, alamiah dan terkait langsung dengan konteks pembelajaran yang sedang dibahas.
e.       Pengelola yang matang
      Adakalanya jenis atau bentuk stimulus yang akan diterapkan dalam pembelajaran itu bersifat rumit dan kompleks, membutuhkan beberapa tenaga atau personil, penerapan variasi yang seperti itu tentu saja harus direncanakan dan dikelola secara lebih matang agar semuanya dapat berjalan dengan lancar an efektif mendukung proses pembelajar yang lebih bermakna.[14]
D.  KOMPONEN-KOMPONEN KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI
      1.  Variasi dalam cara mengajar guru.
a.  Penggunaan Variasi suara (teacher voice): Variasi suara dalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dan tinggi menjadi rendah, dari cepat menjadi lambat.
        Seorang guru pada saat menjelaskan materi pelajaran hendaknya bervariasi, baik dalam intonasi, volume, nada dan kecepatan. Jika suara guru senantiasa keras terus atau terlalu keras, justru akan sulit diterima, karena siswa menganggap gurunya seorang yang kejam, bila sudah begitu siswa diliputi oleh rasa cemas, ketakutan selama belajar.
        Masalah seperti ini yang harus dihindari bahkan ditiadakan. Tapi kalau suara guru terlalu lemah (biasanya guru wanita) akan terdengar tidak jelas oleh siswa dan tidak bisa menjangkau seluruh siswa di kelas, apalagi yang duduknya dideretan belakang. Bila sudah begitu siswa akan meremehkan gurunya, perhatian siswa terhadap materi yang diberikan itupun kurang. Untuk itu guru menggunakan variasi suara yang disesuaikan ndengan situasi dan kondisi. Jadi suara guru senantiasa berganti-ganti, kadang meninggi, kadang cepat, kadang lambat, kadang rendah (pelan).
        Variasi suara bisa mempengaruhi informasi yang sangat biasa
sekalipun, gunakanlah bisikan atau tekanan suara untuk hal-hal penting, gunakan kalimat pendek yang cepat untuk menimbulkan semangat.       
        Setelah membaca uraian diatas kita tahu betapa pentingnya suara guru untuk diperhatikan, karena merupakan alat komunikasi yang penting dalam interaksi edukatif, memang berbicara didepan kelas tidak dapat disamakan dengan orang yang berpidato didepan masa dan orang yang membaca puisi, karena guru menganggap siswa itu sebagai lawan bicara. Sehingga terlibat kontak batiniah masing-masing individu.[15]
b. Pemusatan perhatian siswa (focusing) : Memusatkan perhatian siswa pada hal-hal yang dianggap penting dapat dilakukan oleh guru. Misalnya dengan perkataan “ Perhatikan ini baik-baik,” atau” Nah, ini penting sekali “atau” Perhatikan dengan baik, ini agak sukar dimengerti.[16]
c.          Kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence) : adanya kesenyapan, kebisuan, atau “Selingan diam” yang tiba-tiba dan disengaja selagi guru memerangkan sesuatu merupakan alat baik untuk menarik perhatian siswa. Perubahan stimulus dari adannya suara kepada keadaan tenang atau senyap, atau dari adanya kesibukan atau kegiatan lalu dihentikan akan dapat menarik perhatian karena  siswa ingin tahu apa yang terjadi. Misalnya : Dalam pembelajaran guru melakukan ceramah selama 5 menit lalu guru melakukan jeda (senyapan)/ berhenti sebentar sambil mengarahkan pandangannya keseluruh kelas atau pada siswa agar siswa terfokus ketika melihat tingkah guru yang tiba-tiba berubah diam, lalu guru melanjutkan kembali.[17]
d.     Mengadakan kontrak pandang dan gerak (eye contact and movement) : Bila guru sedang berbicara atau berinteraksi dengan siswanya, sebaiknya pandangan menjelajahi seluruh kelas dan melihat kemata murid-murid untuk menunjukkan adanya hubungan yang intim dengan mereka.
e.      Gerakan badan mimik : variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan kepala, dan digerakan badan adalah aspek yang penting dalam berkomunikasi. Gunanya untuk menarik perhatian dan untuk menyampaikan arti dari pesan lisan yang dimaksudkan.[18]
f.   Pergantian posisi guru didalam kelas dan gerak guru (teaches movement) : pergantian posisi guru didalam kelas dapat digunakan untuk mempertahankan perhatian siswa. Terutama sekali bagi calon guru dalam menyajikan pelajaran di dalam kelas,  biasakan bergerak bebas, tidak kikuk atau kaku, dan hindari tingkah laku negatif. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1)      Biasakan bergerak bebas didalam kelas. Gunanya untuk menanamkan rasa dekat kepada murid sambil mengontrol tingkah laku murid.
2)      Jangan membiasakan menerangkan sambil menulis menghadap kepapan tulis.
3)      Jangan membiasakan menerangkan dengan arah pandangan ke langit-langit, kearah lantai, atau keluar, tetapi arahkan pandangan menjelajahi seluruh kelas.
4)      Bila diinginkan untuk mengobservasi seluruh kelas, bergeraklah perlahan-lahan dari belakang kea rah depan untuk mengetahui tingkah laku murid.[19]
2. Variasi Dalam Penggunaan Media dan alat Pengajaran.
            Media dan alat pengajaran, bila ditinjau dari indera yang digunakan, dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yakni dapat didengar, dilihat, dan diraba.
            Pergantian penggunaan jenis media yang satu kepada jenis yang lain mengharuskan anak menyesuaikan alat setiap anak mempunyai perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat inderanya. Alat yang termasuk tipe visual, auditif, dan motorik. Penggunaan alat yang multimedia dan relevan dengan tujuan pengajaran dapat meningkatkan hasil belajar sehingga lebih bermakna dan tahan lama.
            Adapun variasi penggunaan alat antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids). Alat atau media yang termasuk ke dalam jenis ini ialah yang dapat dilihat, antara lain grafik, bagan, poster, diograma, specimen, gambar, film, dan slide.
b.      Variasi alat atau abhan yang dapat didengar (auditif aids): suara guru termasuk kedalam media komunikasi yang utama didalam kelas. Rekaman suara, suara radio, musik, deklamasi puisi, sosiodrama, telepon dapat dipakai sebagai penggunaan indera dengan yang diariasikan dengan indera lainnya.
c.       Variasi alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan (motorik): penggunaan alat yang termasuk kedalam jenis ini akan dapat menarik perhatian siswa dan dapat melibatkan siswa dalam membentuk dan memperagakan kegiatannya, baik secara perseorangan atau secara kelompok. Yang termasuk kedalam hal ini, misalnya peragaan yang dilakukan oleh guru atau siswa, model, spesimen, patung, topeng, dan boneka, dapat digunakan oleh anak untuk diraba, diperagakan atau dimanupulasikan.
d.      Variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat, dan diraba (audio-visual aids) : Penggunaan alat jenis ini merupakan tingkat yang paling tinggi karena melibatkan semua indera yang kita miliki. Hal ini sangat dianjurkan dalam proses belajar-mengajar. Media yang termasuk AVA ini, misalnya film, televise, radio, slide projector yang diiringi penjelasan guru, tentu saja penggunaannya disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai.[20]
      3.   Variasi Pada Interaksi  dan kegiatan siswa
Pola interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya, dimulai dari kegiatan yang di dominasi oleh guru sampai kegiatan sendiri yang dilakukan anak. Hal ini bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Penggunaan variasi, pola interaksi ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan serta untuk menghidupkan suasana kelas  demi keberhasilan murid dalam mencapai tujuan.  Pola interaksi dapat berbentuk : Klasikal, kelompok, dan perorangan sesuai dengan keperluan, sedangkan Uzriasi kegiatan dapat berupa mendengarkan informasi, menelaah materi, diskusi, latihan, atau demonstrasi.[21]
E.  MODEL-MODEL BELAJAR
Dalam melaksanakan variasi gaya mengajar, guru hendaknya memperhatikan dan memahami gaya atau model-model belajar siswanya, supaya siswa termotivasi, bersemangat dan berminat dalam belajar. Adapun model-model belajar ada tiga macam, yaitu :
a. Visual
Bagi pelajar visual, belajar yang efektif adalah dengan menggunakan “gambaran keseluruhan” (melakukan tinjauan umum), yakni dengan membaca bahan pelajaran secara sekilas. Cirri-ciri pelajar visual :
     1)    Teratur, memperhatikan segala sesuatu
      2) Mengingat dengan gambar, grafik dan warna untuk meningkatkan    memorinya Dari ciri-ciri diatas, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan bahan pelajaran, guru harus bisa menggunakan gambar, warna, untuk menumbuhkan minat belajar siswa dan meningkatkan memori siswa terhadap bahan tersebut. Gaya mengajar guru yang mudah mempengaruhi siswa ini adalah kontak pandang, perpindahan posisi dan eksperimen wajah.
b. Auditorial
Bagi pelajar auditorial, belajar yang efektif adalah dengan mendengar. Untuk itu guru disaat menerangkan dituntut untuk menggunakan variasi, pemusatan, perhatian dan kesenyapan memudahkan dan meningkatkan perhatian siswa dalam belajar.Ciri-ciri siswa auditorial adalah :
1) Perhatiannya mudah terpecah
2) Berbicara dengan pola berirama
3) Belajar dengan cara mendengar
4) Berdialog secara internal dan eksternal
c. Kinestetik
Bagi pelajar kinestetik, belejar yang efektif adalah dengan melibatkan diri langsung dengan aktifitasnya, jadi merekacenderung pada eksperimen (gerak).Ciri-ciri siswa kinestetik adalah :
1)  Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca
2) Mengingat sambil melihat langsungDisini guru dianjurkan melibatkan siswa saat proses belajar mengajar berlangsung, menggunakan metode eksperimen, bahasa tubuh guru hendaknya bervariasi, supaya menarik perhatian siswa dan mempermudah pemahaman siswa terhadap materi tersebut.











DAFTAR PUSTAKA

JJ. Hasibuan, 2008. Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kunandar, 2007, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan Sukses dalam Sertifikasi guru), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
I.G.A.K Wardani dan Siti Julaeha, 2003.  Pemantapan Kemampuan Mengajar,  Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhasnawati, 2004. Strategi Pembelajaran Mikro, Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah.
Slameto, 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), Jakarta: Bumi Aksara.
Soegito Edi, dan Yuliani Nurani, 2002. Kemampuan Dasar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka.
Soetomo, 1993. Dasar-dasarInteraksi Belajar Mengajar, Surabaya: Usaha Nasional.
Sukirman, Dadang, 2006. Pembelajaran Mikro (Cetakan 1), Bandung: Upi Press.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Eduktif, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2000.                   
Usman, Mohd. Uzer, 2008. Menjadi Guru Profesional (Edisi kedua), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Udin.s, Wina Putra, M.A, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka, 2004
http://beni64.wordpress.com/2008/12/30/keterampilan-mengadakan-variasi-gaya-Mengajar/(diakses 26 April 2010- Pukul 10.35 WIB).









[1]Udin.s, Wina Putra, M.A, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004).hlm.7.45.
[2]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Eduktif, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2000), hlm. 124.
[3]Dadang Sukirman, Pembelajaran Mikro (Cetakan 1), (Bandung: Upi Press, 2006), hlm. 171-172.
[4]Kunandar, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan Sukses dalam Sertifikasi guru), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 27.
[5]Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm.125.
[6]Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 127.
[7]http://beni64.wordpress.com/2008/12/30/keterampilan-mengadakan-variasi-gaya-mengajar/(diakses 26 April 2010- Pukul 10.35 WIB).
[8]http://beni64.wordpress.com/2008/12/30/keterampilan-mengadakan-variasi-gaya-mengajar/(diakses 26 April 2010- Pukul 10.35 WIB).
[9]Dadang Sukirman, op.cit., hlm. 172.
[10]Nurhasnawati, Strategi Pembelajaran Mikro, (Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah, 2004), hlm. 14.
[11]Mohd.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Edisi kedua), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 84 
[12]JJ. Hasibuan, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 65.
[13]Dadang Sukirman, op. cit., hlm. 173.
[14]Ibid., hlm. 174.
[15]Soetomo, Dasar-dasarInteraksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), hlm. 100.
[16]Mohd. Uzer Usman, op. cit., hlm. 85.
[17]Edi Soegito dan Yuliani Nurani, Kemampuan Dasar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), hlm. 44.
[18]op. cit.
[19]Ibid., hlm. 86.
[20]Ibid., hlm. 86-87.
[21]I.G.A.K Wardani dan Siti Julaeha, Pemantapan Kemampuan Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003), hlm. 18.