Sabtu, 01 Januari 2011

Filsafat Iluminasionis (Isyraqiyah) Suhrawardi

Filsafat Iluminasionis (Isyraqiyah) Suhrawardi

Pendahuluan

Klaim tentang matinya filasafat islam setelah wafatnya ibnu rusdy, oleh orang-orang barat atau para orientalis, sebenarnya sudah tidak tepat lagi dengan munculnya interprestasi-interprestasi tentang filsafat iluminasinya suhrawardi yang dilakukan oleh para pengkaji baru, seperti henry corbin, sayyid hosr dan sebagainya.

Hal itu terjadi karena para orientalis yang mengklaim filsafat islam telah mati atau punah itu tidak memberikan perhatian pada periode setelah wafatnya ibnu rusdy di dalam mempelajari filsafat islam dan mereka hanya mengkaji dari sisi pengaruh dan hubungannya dengan filsafat barat. Maka hal tersebut akan merusak keutuhan filsafat itu sendiri.

Suhrawardi mempunyai pengaruh sangat penting pada perkembangan filsafat islam yang dibuktikan pada pemakaian luas sebutan iluminasionis (isyraqi) untuk membedakan pendekatan iluminasionis dari peripatetik secara ontologis maupun epistemologis. Aliran iluminasi (israqiyah) lahir sebagai alternatif atas kelemahan-kelemahan yang ada pada filsafat sebelumnya, khususnya peripatetik aristotelian. Menurut suhrawardi, filsafat peripatetik yang sampai saat itu dianggap paling unggul ternyata mengandung bermcam-macam kekurangan.
Sebenarnya aliran ini dipercayai dimulai oleh plato, meskipun deskripsi yang lebih akurat menunjukkan bahwa aliran ini sesungguhnya telah lahir jauh lebih dini dari itu yakni dalam masa sokratik dan pra sokratik. Teori tentang aliran ini telah berkembang didalam pemikirn kristiani hingga mencapai ungkapannya yang teringgi dalam karya agustinus. Aliran ini menjadi mode diantara sejumlah pemikir abad ke tiga belas dan juga bergema dalam pemikiran sekelompok pemikir modern.

Pembahasan

A. Tokoh aliran iluminasionis
Suhrawardi, lengkapnya syihab al-Din Yahya Ibn habsy Ibn Amira' suhrawrdi al-maqtul- istilah al-maqtul ntuk membedakan dengan tokoh suhrawardi yang lain –lahir didesa suhraward, sebuah desa kecil dekat kota zinjan di iran timur laut, tahun 545 H / 1153 M
Pada awalnya dia belajar di maraghah dengan majd al-din al-jili yang juga guru dari fahruddin al-razi dalam bidang filsafat dan teologi. Kemudian dia berkelana ke isfahan (mardin) untuk belajar dengan fahruddin al-mardini. Dimana orang ini diduga sebagai guru suhrawardi yang paling penting, selain itu dia juga belajar pada seorang logikawan,zahir al-farsi dibidang logika dalam kitab al-bashair al-nashiriyah, kitab karya imam ibnu sahlan al-sawi seorang ahli logika terkenal.
Seteleh kedatangannya ke aleppo, suhrawardi mulai mengabdi kepada pangeran al-malik al-zahir ghazi yang juga dikenal sebagai malik zhahir syah, putra sultan shalah al-din al-ayyubi. Dan beliau berhasil mengambil hati pangeran menjadi pembimbingnya dan hidup di istana. Dalam usianya yang masih muda beliau telah menguasai pengatahuan filsafat, tasawuf, ushul fiqh begitu mendalam, cerdas dan fasih ungkapannya. Kemudian beliau mengajarkan pada sang pangeran, sehingga dia mendapatkan posisi yang istimewa di istana. Hal inilah yang semangkin membuat iri para hakim, wazir dan fuqaha yang tidak berhsail mempengaruhi pangeran. Kemudian mereka mengirim surat langsung kepada sultan dan memperingatkan bahaya akan tersesatnya akidah sang pangeran jika terus bersahabat dengan suhrawardi. Sultan sendiri yang telah terpengaruhi surat tersebut segera memerintahkan putranya untuk menghukum mati suhrawardi. Akhirnya, pemikir yang sangat brilian itu harus mati di tiang gntungan pada tahun 1191 M dalam usia yang relatif muda, 38 tahun karena kedengkian lawan-lawannya.
Meski perjalanan hidupnya terbilang pendek, suhrawardi banyak meninggalkan karya tulis. Ada sekitar 50 judul buku yang ditulisnya dalam bahasa arab dan parsia, meliputi berbagai bidang dan ditulis dalam metode yang berbeda.
Suhrawardi menyusun kebanyakan risalah-risalah utamanya selama 10 tahun, waktu yang tidak cukup panjang baginya untuk mengembangkan 2 gaya filsafatnya yang khas-gaya peripatetik yang kemudian disusul gaya iluminasionis- seperti yang ditunjuklkan oleh beberapa sarjana. Sebenarnya antara risalah satu dengan risalah yang lain, suhrawardi membuat rujukan-rujukan yang jelas. Hal ini membuktikan bahwa tulisan-tulisan itu disusun kurang lebih dalam waktu yang bersamaan, atau bahwa mereka diperbaiki ketika diajarkan dengan mempertimbangkan karya-karya lain.
B. Makna ontologis iluminasionis (isyraqiyah)
Kata isyraq yang mempunyai padanan llumination dalam bahasa inggris mempunyai arti cahaya atau penerangan. Dalam bahasa filsafat, iluminationisme berarti sumber kontemplasi atau perubahan bentuk dari kehidupan emosional untuk mencapai tindakan dan harmoni. Bagi kaum isyraq apa yang disebut hikmah bukanlah sekedar teori yang diyakini melainkan perpindahan rohani secara praktis dari alam kegelapan yang didalamya pengetahuan dan kebahagiaan. Merupakan sesuatu yang mustahill, kepada cahaya yang bersifat akali yang didalamnya pengetahuan dan kebahagiaan dicapai bersama-sama. Karena itu menurut kaum isyraqi sumber pengetahuan adalah penyinaran yang itu berupa semacam hads yang menghubungkan dengan subsatansi cahaya.
Lebih jauh, cahaya adalah simbol utama dari filsafat isyraqi. Simbolisme cahaya digunakan untuk menetapkan suatu faktor yang menentukan wujud, bentuk, materi, hal-hal masuk akal yang primer dan sekunder, intelek, jiwa, zat individual dan tingkat-tingakat intensitas pengalaman mistik. Jelasnya penggunaan simbol-simbol cahaya merupakan karakter dari bangunan filsafat isyraqiah.
Simbolisme cahaya digunakan oleh suhrawardi untuk menggambarkan masalah-masalah ontologis dan khususnya untuk memaparkan struktur-struktur kosmologis. Sebagai contoh wujud niscaya (swa ada) dalam peripatetik disebut cahaya dari segala cahaya (nur al-anwar), intelek-intelek terpisah disebut cahaya-cahaya abstrak (anwar mujarradah). Tampaknya simbolisme cahaya dinilai lebih cocok dan sesuai untuk menyampaikan prinsip ontologis wujud ekuivokal, karena lebih mudah dipahami bahwa cahaya mungkin mempunyai intensitas yang berbeda meskipun esensinya sama. Dan juga dianggap lebih dapat diterima untuk membahas kedekatan dan kejauhan dari sumber sebgai indikasi akan derajat kesempurnaan ketika simbolisme digunakan. Sebagai contoh semakin dekat suatu entitas dengan sumbernya yaitu cahaya dari segala cahaya, maka semakin terang cahaya entitas tersebut. Sedangkan ketidak adaan cahaya atau kegelapan mengidentikkan ketidak wujudan (non wujud)
Hikmah yang didasarkan pada dualisme cahaya dan kegelapan yang ketimuran ini menurut suhrawardi merupakan warisan para guru mistis persia. Hikmah ini sebenarnya terwakili di barat seperti plato. Al-bhusthomi dan al-hallajj melanjutkan tradisi ini dan puncaknya ada pada diri suhrawardi sendiri.
Inti hikmah iluminasi bagi suhrawardi adalah ilmu cahaya yang membahas sifat dan cara pembiasannya. Cahaya ini menurutnya tidak dapat di definisikan karena ia merupakan realitas yang paling nyata sekaligus menampakkan sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk kedalam komposisi semua substansi yang lain-meteril maupun imateril. hubungannya dengan objek-objek dibawahnya cahaya ini memiliki dua bentuk yaitu, cahaya yang terang pada dirinya sendiri dan cahaya yang terang sekaligus menerangi lainnya. Cahaya yang terakhir ini menerangi sagala sesuatu, namun bagaimana statusnya, cahaya tetaplah sesuatu yang terang dan sebagaimana disebutkan ia merupakan sebab tampaknya sesuatu yang tidak bisa tidak beremanassi darinya.
C. Gradasi esensial
Bagi suhrawardi, apa yang disebut eksistensi hanya ada dalam pikiran. Gagasan umum maupun konsep tidak terdapat pada realitas. Sedang yang benar-benar ada atau realitas yang sesungguhnya hanyalah esensi-esensi yang tidak lain merupakan bentuk-bentuk cahaya. Cahaya-cahaya inilah sesuatu yang nyata dengan dirinya sendiri karena ketidak adaanya berarti kegelapan yang tidak dikenali, namun demikian cahaya mempunya hierarki- hierarki dari yang paling atas sampai terbawah. Hal ini sama dengan filsafat emanasi dalam peritatetisme. Hanya saja dalam emanasi heararki- heararki atau tingkatan-tingkatan itu diidentikkkan dengan intelek
Dalam pemahaman tentang heararki- heararki wujud, semakin dekat pada sumber cahaya, maka intensitas cahaya suatu tingkatan wujud akan lebih banyak. Semakin jauh dari sumber cahaya maka akan lebih sedikit intensitas cahaya yang diterimanya. Yakni wujud yang lebih dekat kepada tuhan sebagai sumber cahaya akan lebih banyak menerima pancaran dari-nya, sementara wujud yang jauh darinya semekin lemah intensitas cahayanya. Dan dengan demikian makin rendah tingkatannya dalam heararki keberadaan.
Persoalannya, bagaimana realitas cahaya yang beragam tingkat intensitas penampakan tersebut keluar dari cahaya segala cahaya yang esa yang kuat kebenderangannya?. Gagasan suhrawardi memang hampir sama dengan emanasinya yang dikembangkan oleh kaum neo platonis, akan tetapi suhrawardi lebih mengkombinasikan 2 proses sekaligus, hal inilah yeng menjadi ciri khas pemikiran suhrawardi. Pertama adanya emanasi dari masing-masing cahaya yang berada dibawah nur al-anwar. Cahaya – cahaya ini benar-benar ada dan diperoleh tetapi tidak berbeda dengan nur al-anwar, Hanya intensitasnya saja yang menjadi ukuran perbedaannya. Kedua, proses ganda iluminasi dan visi (pengelihatan) ketika cahaya pertama muncul, ia mempunyai visi langsung pada nur al-anwar tanpa durasi dan pada momen tersendiri, nur al-anwar menyinari sehingga menyalakan cahaya kedua dan zat serta kondisi yang dihubungkan dengan cahaya pertama. Cahaya kedua ini pada prosesnya menerima 3 cahaya, dari nur al-anwar secara langsung, dari cahaya pertama, dan dari nur al-anwar yang tembus melalui cahaya pertama
Sedang nur al-anwar itu sendiri bersifat tunggal karena, jika kita berasumsi tentang adanya 2 cahaya primer, kita akan terlibat kontradiksi bahwa keduanya harus berasal dari cahaya ketiga yang mesti bersifat tunggal.
Dari cahaya pertama, beremanasi cahaya – cahaya sekunder, benda-benda langit dan unsur-insur fisik yang membentuk alam fisik. Unsur-unsur inilah yang disebut oleh suhrawardi dengan barzakh. Objek-objek fisikal menurut suhrawardi muncul akibat perpaduan sifat-sifat yang berlawanan yang elemen utamanya adalah cahaya yang disebut isfandar mood. Inti kekuatan isfandar mood adalah tanah atau debu. Bentuk paling sempurna dari perpaduan elementer ini adalah manusia yang menerima kesempurnaan dari malaikat jibril. Inilah ruh suci yang menghembuskan ruh manusia kedalam diri manusia, ruh ini lalu disebutnya dengan isfahbad kemanusiaan, akan tetapi disamping cahaya manusia atau jiwa rasional ini terdapat 2 daya lain dalam diri manusia, yaitu daya marah yang mewujud lewat penaklukkan dan birahi yang mewujud lewat cinta.
D. Epistemologi iluminasi dan metode mendapatkan pengetahuan
Barang kali dampak filsafat-filsafat tadi yang paling luas mengena pada bidang epistomologi. Prinsip dasar iluminasionis adalah bahwa mengetahui sesuatu berarti memperooleh pengalaman tentangnya,serupa dengan intuisi primer terhadap determinan-determinan sesuatu. Pengetahuan tentang sesuatu berdasarkan pengalaman dianalisis hanya setelah pengalaman intuitif yang total dan langsung tentangnya. Adakah sesuatu dalam pengalaman seorang subjek, demikian barang kali seseorang bertanya yang menuntut agar apa yang diperolehnya diungkapkan dalam bahasa simbolik yang dikontruksi secara khusus? Jawaban bagi pertanyaan ini harus diuji dari berbagai sudut pandang, tetapi jelaslah, bahkan pada tahap ini, bahwa bahasa iluminasi suhrawardi dimaksudkan sebagai kosakata khusus yang melalui bahasa itu pengalaman pengalaman iluminasi mungkin dapat dilukiskan. Jelas pula bahwa interprestasi terhadap simbolisme iluminasi serta implikasinya sebagaimana yang dikemukakan secara terperinci didepan.
Sehubungan dengan hal itu, dia mengemukakan ke-empat tahap yang mesti di tempuh oleh setiap orang dalam proses mendapatkan pencerahan (isyraq)
Pertama tahap persiapan untuk menerima pengetahuan iluminatif dimulai dengan kegiatan meninggalkan dunia setelah uzlah atau mengasingkan diri selama empat puluh, hari tidak makan daging, bersiap diri untuk menerima nur ilahiah dan seterusnya, yang hampir sama dengan kegiatan asketik dan sufistik.hanya saja disni tidak ada konsep ahwal dan maqomat. Melalui aktivitas seperti ini dengan kekuatan intuitif yang ada pada dirinya yang disebut dengan cahaya tuhan (al-bariq al ilahi) seseorang mengetahui realitas eksistensi dirinya dan mengenal kebenaran intuitifmya melalui ilham dan visi (musyahadah wa mukasyafah) oleh karena itu hal ini terdiri dari 1. aktivitas tertentu 2. kemampuan menyadari intuisinya sendiri sampai mendapatkan cahaya ilahiah. 3.ilham.
Tahap pertama membawa seseorang ke tahap ke dua yaitu tahap penerimaan dimana cahaya tuhan memasuki wujud manusia.cahaya ini mengambil bentuk sebagai serangkaian cahaya apokaliptik (al-anwar al-saniah) dan melalui cahaya tersebut pengetauhan yang berfungsi sebagai fondasi ilmu sejati diperoleh.
Tahap ketiga adalah mengkontruksi pengetahuan yang valid dengan menggunakan analisis diskursif. Disini pengalaman diuji dan dibuktikan dengan sistem berfikir yang digunakan dalam demontrasi (burhan) aristotelian dalam posterior analytics. Sehingga dari situ bisa dibentuik suatu sistem dimana pengalaman tersebut dapat didudukan dan diuji validitasnya, meskipun pengalaman itu sendiri sudah berakhir.hal yang sama dapat diterapkan pada data-data yang didapat dari penangkapan indrawi, jika berkaitan dengan pengetauan iluminatif.
Tahap ke empat adalah pen-dokumentasian dalam bentuk tulisan atas pengetauan atau struktur yang dibangun dari tahap-tahap sebelumnya,dan inilah yang bisa diakses oleh orang lain.
Dengan demikian, pengetahuan dalam isyraqi tidak hanya mengandalkan kekuatan intuitif saja, melainkan juga kekuatan rasio. Ia menggabungkan keduanya, metode intuitif dan diskursif, dimana cara intuitif digunakan untuk meraih segala sesuatu yamg tidak tergapai oleh kekuatan rasio sehingga hasilnya merupakan pengetahuan yang tertinggi dan terpercaya.











Penutup

Iluminisme suhrawardi telah membuka jalan bagi suatu dialog dengan wacana-wacana dan upaya-upaya modern untuk mencarikan tempat pengalaman religius atau mistik dalam dunia ilmiah. Usaha suhrawardi dalam mengkombinasikan berbagai aliran pemikiran, khususnya nalar diskursif dengan intuitif intelektual, ternyata membuka arah baru dalam perkembangan filsafat islam, faktanya, para filosof muslim setelah suhrawardi -seperti ibn arabi, mulla sadra –banyak mengikuti metode penggabungan antara filsafat dengan tasawuf tersebut. Seperti ditulis oleh beberapa peneliti modern, aliran ini bisa dipandang sebagai suatu sistem pemikiran yang lengkap dan secara ilmiah rigoris.
Pemikiran suhrawardi yang menggabungkan filsafat dan tasawuf yang mempunyai corak mistis sekaligus rasionalis ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa hal;
1. Tasawuf, khususnya sebagaimana yang diungkapkan al-ghozali dan al-hallaj.
2. Peripatetisme, khususnya pemikiran ibn sina, terlihat adanya kombinasi antara pemikiran suhrawardi dengan pemikiran para filosof sebelumnya.
3. Neo platonisme dan pytagireinesme,yaitu paham filsafat yunani yang bersifat mistis.
4. Kepercayaan zoroasterian persia akan tetapi suhrawardi hanya menggunakan terminologi zoroasterian ini yang dianggap cocok untuk mengungkapkan pemikiranya, karena zoroasterian mengembangkan suatu sistem pemikiran yang berbasis perlawanan antara cahaya dan kegelapan, sementara filsafat suhrawardi juga berbasis kepada hal yang sama.





DAFTAR PUSTAKA


Bagir, Haidar Buku Saku Filsafat Islam,Bandung, Mizan,2005,Cet 1

Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam; Sebuah Peta Kronologis , terj. Zainul AM, Bandung, Mizan,2006

Hossein Nasr, Sayyed, Oliver Leaman,Ensiklopedis Tematis Filsafat Islam, Buku Ke 1,terj.tim penerjemah mizan,bandung, mizan, 2003

Soleh, A Khudori, Wacana Baru filsafat Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2004, Cet 1.

FILSAFAT AR-RAZY


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat itu menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu dengan yang lain, jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasannya secara keseluruhan, sedangkan ilmu lain itu hanya menyelidiki sebagian saja dari alam maujud ini.
Ketika mempelajari filsaat islam kita juga akan mempelajari tokoh filosof muslim beserta pemikirannya.
Dan makalah ini kita akan membahas salah satu dari filosof muslim yakni Ar-Razi beserta karya-karyanya dan cara berfilsafatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup atau Biografi Ar-Razi?
2. Apa sajakah hasil karya-karya Ar-Razi?
3. Bagaimana cara pemikirannya atau berfilsafatnya Ar-Razi?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah mengetahui riwayat hidup atau biografi, hasil karya-karyanya serta cara berfilsafatnya Ar-Razi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ar-Razi
Nama lain Ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Ar-Razi. Beliau lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/805 M. pada masa mudanya beliau menjadi tukang intan dan suka pada musik(kecapai). Beliau cukup reflek terhadap ilmu kimia, dan beliau juga belajar ilmu kedokteran(obat-obatan) dengan sangat tekun kepada seoarang dokter dan filosof. Dengan latar belakang itulah Ar-Razi di kota kelahirannya dikenal sebagai seorang dokter, sehingga beliau dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Rayy oleh Mansur bin Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad ketika Mansur menjadi Gubernur. Dan beliau juga menulis buku yang dipersembahkan untuk Gubernur tersebut.
Sebagai seorang yang terkenal, pada dasarnya beliau mempunyai banyak murid belajar kepadanya. Metode penyampaian materinya adalah sistem daya pengembangan intelektual. Diantara muridnya yang cerdaslah Abu Bakar Ibn Qorin Ar-Razi, yang kemudian menjadi seorang dokter. Beliau selalu menggunakan waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu sebagai salah satu indikasi kebutaan matanya.
Sebagai ilmuwan dan dokter beliau seorang yang bermurah hati, sayang terhadap pasien-pasiennya, dermawan, karena itu beliau memberikan obat secar gratis kepada mereka yang tidak mampu( materi). Beliau wafat pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 7 Oktober 925 M. sampai meninggal beliau belum dapat disembuhkan kebutaan matanya.
B. Karya-karya Ar-Razi
Ar-Razi termasuk orang yang aktif berkarya. Buku-bukunya sangat banyak, bahkan beliau sendiri mempersiapkan sebuah katalog yang kemudian diprediksi oleh Ibn An-Nadhim.
Adapun buku-buku yang ditulisnya mencakup ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika, matematika, dan astronomi. Komentar-komentar, ringkasan, ikhtisar, filsafat, dan ilmu pengetahuan hipotesis dan atheisme. Untubk jumlah karya-karyanya yang dikarang banyak perbedaan pendapat ada yang mengatakan 250 judul, 148 buah, dan ada yang mengatakan 309 judul, adapun buku-buku itu diantaranya adalah:
a. At-Thibb al-ruhani
b. Al-Shirath al-dawlah
c. Amarah al-Iqbal al-Dawlah
d. Kitab al-Ladzdzah
e. Kitab al-‘Ilm al-Ilahi
f. Maqalah fi ma ba’d al-Thabi’iyyah; dan
g. Al-Shukuk ‘ala Proclus
Demikian diantara karya-karyanya yang dapat kita jumpai sampai sekarang, meski diantara buku-buku tersebut hanya terhimbun dalam satu kitab yang dikarang oleh orang lain. Yang banyak berperan dalam masalah ini adalah:
· Lima keabadian yaitu Allah, roh semesta, materi pertama, ruang muthlak, dan waktu muthlak.
· Materi
· Waktu dan ruang
· Ruh dan dunia
C. Filsafatnya Ar-Razi
¯ Logika
Ar-Razi adalah seorang rasionalisme murni, dan beliau hanya mempercayai khekuatan akal. Bahkan didalam bidang kedokteran study klinis yang dilakukannya setelah menemukan metode yang kuat dengan berpijak kepada observasi dan eksperimen.
Bahkan pemujaan Ar-Razi terhadap akal tampak sangat jelas pada halaman pertama pada bukunya At-Thibb. Beliau mengatakan, Allah segala puji baginya, yang telah memberikan akal agar dengan-Nya kita dapat memperoleh sebnyak-banyaknya manfaat. Inilah karunia terbaik Allah kepada kita. Akal adalah suatu yang mulia dan penting karena dengan akal kita dapat memperoleh pengetahuan tewntang tuhan. Maka tidak boleh melecehkannya.
¯ Moral
Adapun pemikiran Ar-Razi tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama.
Berkaitan dengan jiwa, Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya. Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat, misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan indrawi.
Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi.
¯ Kenabian/ Theologi
Ar-Razi menyangkah bahwa anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak membedakan antara seoranng dengan yang lainnya.
Ar-Razi juga mengritik kitab suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
¯ Metafisika
Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima kekal” yaitu:
v Allah Ta’ala
v Ruh Universal
v Materi pertama
v Ruang absolute
v Masa absolute
Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima kekal” yaitu:
1. Allah Ta’ala
Allah bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat kepada-Nya.
Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
2. Ruh
Allah tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.
Manusia tidak akan mencapai dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya.
Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.
3. Materi
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu.
Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi memberikan 2 bukti yaitu:
Ø Penciptaan adalah bukti dengan adanya sang pencipta.
Ø Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan ketiadaan.
4. Ruang
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal.
Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.
5. Waktu
Adalah subtasi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan:
1. Nama lain Ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Ar-Razi. Beliau lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/805 M.
2. Diantara karya-karya Ar-Razi adalah:
¨ At-Thibb al- Ruhani
¨ Al-Shirath al-Dawlah
¨ Amarah al-Iqbal al-Dawlah
¨ Kitab al-Ladzdzah
¨ Kitab al-‘Ilm al-Ilahi
¨ Maqalah fi ma ba’d al-Thabi’iyyah, dan
¨ Al-Shukuk ‘ala Proclus
3. Filsafat Ar-Razi adalah:
*Logika
*Moral
*Kenabian/ Theologi
*Metafisika
B. Saran-saran
Fillsafat merupakan hasil kerja berfikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematik, radikal dan universal, berfilsafat dapat menambah keimanan kita, oleh sebab itu saran penulis agar pembaca dapat memahami makalah ini dengan baik dan benar. Kami menyadari bahwa tiada sesuatu di dunia ini yang sempurna karenanya rangkain saran dan kritik dari pembaca merupakan wujud partisipasi atas keikut sertaan anda dalam mewujudkan hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Hasyimsyah.2005. Filsafat Islam . Jakarta : Radar Jaya.

PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU RUSYD

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles. Maka dari itu pada kesempatan kali ini pemakalh mencoba untuk mengkaji filsafat beliau.
  1. Rumusan Masalah
  1. Pemikiran filasat ibnu rusyd
  2. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
  3. agama dan filsafat menurut Ibnu rusyd
  4. metfisika dan moral menurut Ibnu rusyd
BAB II
PEMBAHASAN

PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU RUSYD

A. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalakannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti ibnu thufail.
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.
Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhaap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu kepada filosof.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd an memanggilna kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.[1]
B. Pemikiran Ibnu Rusyd
  1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya. Dalam bukunya Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam irman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah suiarah Al-Hasyr: 2 yang artinya: “Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat) wahai orang-orang yang berakal”. Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambang atau simbol bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.
  1. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, ibnu rusyd berpendapat bahwa allah adalah penggerak pertama (muharrik al awwal), sifat positif yang diberikan oleh allah adalah akal. Wujud allah adalah esa-nya. wujud Dan ke esa-annya tidak berbeda dengan zat-nya[2]
Dalam pembuktian adanya tuhan sendiri, golongan hasywiyah, shufiyah, mu’tazilah, asy’ariyah dan falasifah, masing-masing golongan tersebut mempunyai pendappat yang berbeda satu sama lainnya.dengan menggunakan ta’wil dalam mengartikan kata kata syari’i sesuai dengan kepercayaan mereka.golongan hasywiyah misalnya mereka berpendapat bahwa cara mengenal tuhan adalah melalui sama’ (pendengaran) saja, bukan melalui akal. Mereka berpegang pada riwayat-riwayat syr’I yang muttashil tanpa menggunakan ta’wil.[3] Ibnu rusyd menolak jalan pikiran yang demikian, karenanya islam mengajak kita untuk memperhatikan alam maujud ini dengan akal pikiran kita.[4]
Cara mengenal tuhan menurut golongan tasawuf adalah bukan berupa pemikiran yang tersusun dari premis-premis yang menghasilkan kesimpulan, akan tetapi melalui jiwa yang ketika terlepas dari hambatan-hambatan duniawi dan menghadapkan pikiran pada zat yang maha mengampuni. Ibnu rusyd mengatakan bahwa keterangan tersebut pun tidak bisa diperlakukan untuk umum, karena derajat keimanan manusia tidaklah bisa disama ratakan
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dan karena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.
a. Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini, mulai dari siang, malam, matahari bulan dan lain sebagainya, memang dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan kehidupan manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaja diciptakan dan dipelihara demikian oleh sang pencipta bijaksana.
b. Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tunduk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.
c. Dalil harkah (Gerak.)
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Gerakan tersebut menunjukkan adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan bukan benda yaitu tuhan.[5]
Dalil pertama dan dalil kedua disepakati oleh semua pihak karena sesuai dengan syari’at karena adanya ayat-ayat al-qur’an yang mengisyaratkan pada dalil tersebut. Sedangkan dalil ketiga adalah dalil yang pertama kali dicetuskan oleh aristoteles yang kemudian dipergunakan oleh ibnu sina, alfarabi dan ibnu rusyd sendiri.
  1. Moral
Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
Ibnu rusyd merupakan filsuf muslim rasional, yang mempercayai kekuatan akal, dan menggunakannya sebagai alat untuk mencari kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebaan liar seperti yang terjadi pada averoisme yang free thinker ateis, ia tidak mengutamakan akal daripada wahyu. Tetapi mewariskan pada kita pemikiran rasional yang sesuai dengan sinyal kebenaran yang dipantulkan oleh al quran dan hadith, tidak ada satupun ajarannya yang tidak sesuai dengan alquran dan al hadith. Berbeda dengan averoisme yang mengajarkan double truth, yang akhirnya menganggap manusia tidaklah butuh agama dan menjadi ateis.[6] Na’udzu billahi min dzalik.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan.
Pemikiran Ibnu Rusyd di antaranya ialah:
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam
2. Metafisika meliputi:
· Dalil wujud Allah
· Dalil ‘inayah (pemeliharan)
· Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
· Dalil harkah (Gerak.)
4. Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.

DAFTAR PUSTAKA
Hasyimsyah nasution, filsafat islam, radar jaya Jakarta 1999
Muhammad Iqbal, Ibnu Rusyd dan Averroisme, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004) h. 21-25
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1986) h. 161-175
Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1991) h.
Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang, 1993), h.86