Senin, 27 Desember 2010

skripsi fadli bab 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah-langkah penggunaan media
Analisis kebutuhan dan karakteristik siswa. Dalam proses belajar mengajar, kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang dimiliki siswa.
Kriteria pemilihan media sebagaimana diungkapkan oleh Dick dan Carey, yaitu :Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
• Ketersediaan sumber setempat
• Terdapat dana tenaga dan fasilitas untuk membeli atau memproduksi sendiri
• Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktosan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama
• Efektifitas biayanya dalam waktu yang panjang
• Pelaksanaan uji coba/ evaluasi : Penilaian/ evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak.
 Apabila media yang digunakan terdapat suatu kekurangan maka kemungkinan media tersebut akan dimodifikasi.
 Apabila media yang digunakan sama sekali tidak menghasilkan tujuan dari apa yang didinginkan, maka itu akan dilakukan perombakan total terhadap media tersebut.
 Media yang kita pergunakan telah mencapai tujuan yang diinginkan maka media tersebut dianggap baik dan dapat dipertahankan
B. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin “Medius” yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar, sementara dalam bahasa arab media adalah perantara ( وَسَائِل ) atau pengantar pesan dari penerima pesan. media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Berdasarkan pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media secara lebih khusus. Maka pengertian media dalam proses belajar mengajar cendrung diartikan sebagai “alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.” Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan
Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir, menurut Gagne (dalam Sadiman, (2002: 6). Sedangkan menurut Brigs (dalam Sadiman, 2002: 6) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Jadi, media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi
Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005:8) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diberikan, maka media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna.
Fungsi media dalam proses belajar mengajar yaitu untuk meningkatkan rangsangan peserta didik dalam kegiatan belajar
Ciri-ciri umum media pembelajaran yaitu:
1. Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera.
2. Media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
3. Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio.
4. Media pembelajaran memiliki pangertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6. Media pembelajaran dapat digunakan secara masal (misalnya radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder).
7. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Tresna dalam Ali (2005) menjelaskan bahwa peranan media dalam pembelajaran mempunyai pengaruh sebagai berikut: 1) Media dapat menyiarkan informasi yang penting; 2) Media dapat digunakan untuk memotivasi pembelajar pada awal pembelajaran; 3) Media dapat menambah pengayaan dalam belajar; 4) Media dapat menunjukkan hubungan-hubungan; 5) Media dapat menyajikan pengalaman-pengalaman yang tidak dapat ditunjukkan oleh guru; 6) Media dapat membantu belajar perorangan; dan 7) Media dapat mendekatkan hal-hal yang ada di luar ke dalam kelas. Sedangkan Latuheru (2005) berpendapat bahwa peran media dalam pembelajaran adalah: 1) membangkitkan motivasi belajar pembelajar; 2) mengulang apa yang telah dipelajari pembelajar; 3) merangsang pembelajar untuk belajar penuh semangat; 4) mengaktifkan respon pembelajar; dan 5) segera diperoleh umpan balik dari pembelajar.
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud (menurut Arsyad, 2002) adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video, atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas (OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/pebelajar atau mungkin juga guru).
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin mendorong usaha-usaha ke arah pembaharuan dalam memanfaatkan hasil-hasil teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugasnya, guru (pengajar) diharapkan dapat menggunakan alat atau bahan pendukung proses pembelajaran, dari alat yang sederhana sampai alat yang canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman). Bahkan mungkin lebih dari itu, guru diharapkan mampu mengembangkan keterampilan membuat media pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, guru (pengajar) harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994): (i) media sebagai alat komunikasi agar lebih mengefektifkan proses belajar mengajar; (ii) fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan; (iii) hubugan antara metode mengajar dengan media yang digunakan; (iv) nilai atau manfaat media dalam pengajaran; (v) pemilihan dan penggunaan media pembelajaran; (vi) berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran; dan (vii) usaha inovasi dalam pengadaan media pembelajaran.
Kehadiran media dalam proses belajar mengajar menjadi sangat penting karena berperan sebagai penjelasan dari keterangan guru terhadap suatu bahan/materi yang disampaikan, yang tidak dapat atau sulit diuraikan guru melalui kalimat. Kemudian, media memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut oleh para siswa sampai didapat pemecahannya, paling tidak media dapat menjadi sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa, sehingga proses belajar mengajar menjadi kreatif, inovatif dan menyenangkan, sekaligus mencegah timbulnya keadaan membosankan dalam proses belajar mengajar.
Media merupakan sumber belajar yang turut memperkaya wawasan siswa, sebagai bahan konkrit berisikan bahan bahan yang harus dipelajari oleh siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Media juga dapat mengkongkritkan sesuatu yang abstrak sehingga kekonkritan media inilah yang mampu tugas guru mencapai keberhasilan tujuan belajar dan mengajar.
Dilihat dari jenisnya, media dapat dibagi dengan media auditif yang hanya mengandalkan suara misalnya radio, media visual yang mengandalkan penglihatan misalnya gambar, media audio visual yang mengandalkan suara dan gambar misalnya televisi. Bila dilihat dari daya liputnya, media dibagi dalam media dengan daya liput luas dan serentak, misalnya TV, dan media dengan daya liput terbatas oleh ruang, misalnya film, media untuk pengajaran individual, misalnya modul.
Sedangkan bila dilihat dari bahan pembuatannya dibagi dua sebagai media sederhana dibuat dengan mudah, berbiaya murah dan penggunaannya tidak sulit misalnya gambar dari karton, dan media kompleks dibuat dari bahan yang mahal dan penggunaannya memerlukan ketrampilan khusus misalnya alat peraga elektronik.
Setiap media yang ada mempunyai keampuhan dan kelebihan masing-masing yang berbeda satu dengan lainnya, membutuhkan keterampilan dari guru untuk memilihnya sesuai dengan kebutuhan dari materi yang diajarkan. Menurut Nana Sudjana (1991) yang dilihat di Nuransyah Harahap ada empat prinsip yang harus diperhatikan guru sebelum menggunakan media, terdiri dari:
1. Menentukan jenis media yang tepat, artinya seorang guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu dipertimbangkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan siswa.
3. Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana yang ada.
4. Menempatkan atau memperhatikan media pada waktu, situasi dan tempat yang tepat, artinya kapan dan dalam situasi mana pada waktu belajar dan mengajar media harus digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan menggunakan media.

Ada 6 (enam) langkah yang harus dilakukan oleh guru di dalam pembelajaran menggunakan media:
1. Merumuskan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran harus diselaraskan dengan media yang dimanfaatkan.
2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media mana yang akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan dan dasar pertimbangannya patut diperhatikan.
3. Persiapan Kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media. Guru harus memotivasi mereka agar dapat menilai, menganalisis, menghayati pelajaran dengan menggunakan media pengajaran.
4. Langkah Penyajian dan Pemanfaatan Media. Sewaktu penyajian bahan pembelajaran dengan menggunakan media pengajaran, keahlian guru sangat menentukan. Media hanya membantu tugas guru dalam menjelaskan bahan pelajaran yang dikembangkan penggunaannya untuk efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan.
5. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada saat ini siswa belajar dengan memanfaatkan media pengajaran, bisa dilakukan oleh siswa sendiri yang mempraktekkannya ataupun guru langsung mempraktekkannya baik di dalam maupun di luar kelas.
6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada akhir dari kegiatan belajar diadakan evaluasi sampai sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai sekaligus dapat menilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat Bantu dalam menunjang kebrhasilan proses belajar mengajar. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar atau bahan bagi proses belajar selanjutnya.

B.Tujuan Media dalam Proses Belajar Mengajar

Secara umum ada beberapa tujuan media dalam proses belajar mengajar yaitu :
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis,atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang,waktu dan daya indra seperti :
a. Objek yang terlalu besar bisa di ganti dengan realita,gambar,film bingkai atau model
b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor makro, film,bingkai film atau gambar
c. Gerak yang terlalu cepat atau lambat dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photography
d. Objek yang terlalu komplek (mesin) dapat di sajikan dengan model,diagram
e. Konsep yang terlalu luas (gunung,gempa bumi,iklim) dapat digunakan visual dalam bentuk film,bingkai, gambar
3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat di atasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna untuk
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan anak belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya
4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana selama itu harus diatasi sendiri,apalagi latar belakang lingkungan guru dan siswa berbeda masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan media seperti :
a. memberikan perangsang
b. mempersamakan pengalaman
c. menimbulkan persepsi yang sama.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekitar kita adalah merupakan suatu alat bantu atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan informasi terhadap penerima agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang dapat memberikan ilmu pengetahuan,sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi yang di ajarkan, sehingga diharapkan evaluasi akhir benar-benar sesuai yang diinginkan yaitu pencapaian suatu prestasi dari hasil yang diraih setelah melalui proses perjuangan.

C. Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media bisa berbentuk alat peraga dan sarana.
1. Alat Peraga
a. Pengertian Alat Peraga
Menurut Estiningsih (1994), alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung dan membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari.

b. Fungsi Alat Peraga
Fungsi alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi obyek atau alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan mengenai arti dari konsep.
2. Sarana
a. Pengertian dan Fungsi Sarana
Sarana juga merupakan media pembhelajaran yang fungsi utamanya adalah sebagai alat Bantu untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Dengan dapat menggunakan sarana diharapkan dapat mempermudah dalam belajar mengajar.
D. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di kelas adalah sebagai berikut: 1). Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama. 2). Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan. 3). Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan. 4). Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa. 5). Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan 6). Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan. 7). Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. 8). Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif,dalam proses belajar mengajar.
E.Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran
Meskipun dalam penggunaannya jenis-jenis teknologi dan media sangat dibutuhkan guru dan siswa dalam membantu kegiatan pembelajaran, namun secar`umu terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penggunaannya. Diantara kelebihan atau kegunaan media pembelajaran yaitu:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi perbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Objek yang terlalu besar digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film atau model
b. Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor micro, film bingkai, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan tame lapse atau high speed photografi
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film,video, film bingkai, foto maupun secara verbal
e. Obyek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dll
f. Konsep yang terlalu luas (gunung ber api, gempa bumi, iklim dll) dapat di visualkan dalam bentuk film,film bingkai, gambar,dll.
3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi sifat pasif anak didik dapat diatasi. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minat masing-masing.
d. Dengan sifat yang unik pada tiap iswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa,maka guru akan mengalami kesulitan.
Semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini juga bisa diatasi dengan media yang berbeda dengan kemampuan dalam:
a. Memberikan perangsang yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan persepsi yang sama.
Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan pengajaran visual antara lain terlalu menekankan bahan-bahan visualnya sendiri dengan tidak menghirukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan desain,pengembangan,produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan-bahan visual. Disamping itu juga bahan visual dipandang sebagai alat bantu semata bagi guru dalam proses pembelajaran sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat bantu tersebut diabaikan.
Kelemahan audio visual:terlalu menekankan pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya dan tetap memandang materi audio visual sebagai alat Bantu guru dalam proses pembelajaran. Media yang beoriantsi pada guru sebenarnya
F. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia, profession berarti pekerjaan.
Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.
Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, danprosedur berlandaskan intelectualitas.
Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliau menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis.
Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.
Adapun mengenai kata “Profesional” Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata “profesional” itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang merancang suatu media pembelajaran sehingga membuat siswa menjadi tertarik dengan materi yang diajarkan, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam serta telah berpengalaman dalam mengajar Pendidikan Agama ISlam sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Pendidikan Agama Islam dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.
Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional Sangat diperlukan.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupanberbangsa dan bernegara.
Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan relajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.
Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti Semarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar.
Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:
a. Designer of intruction (perancang pengajaran).
b. Manager of intruction (pengelola pengajaran)
c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).

Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesional.
Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadarim bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional, yang menjadi semakin profesional.
Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik.

G. Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas pengertian pendidikan Agama Islam, penulis akan terlebih dahulu mengemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" mengandung arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di dalamhidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.
Menurut Ahmad Tafsir bahwa pendidikan agama itu intinya ialah pendidikan keberimanan, yaitu usaha-usaha menanam keimanan dihati anak-anak kita. Adapun menambah pengetahuan tentang beriman. Cara-cara melakukan peribadatan seperti yang dikehendaki Allah S.W.T sebenarnya tidak sulit.
Dari semua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanya insan kamil. Pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendidikan agama Islam. Adapun kata Islam dalam istilah pendidikan Islam menunjukkan sikap pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang memiliki warna-warna Islam. Untuk memperoleh gambaran yang mengenai pendidikan agama Islam, berikut ini beberapa defenisi mengenai pendidikan Agama Islam.

H. Dasar-Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dasar atau fundamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar itu adalah akarnya. Fungsinya sama dengan fundamen tadi, mengeratkan berdirinya pohon itu. Demikian fungsi dari bangunan itu. Fungsinya ialah menjamin sehingga "bangunan" pendidikan itu teguh berdirinya. Agar usaha-usah yang terlingkup di dalam kegiatan pendidikan mempunyai sumber keteguhan, suatu sumber keyakinan: Agar jalan menuju tujuan dapat tegas dan terlihat, tidak mudah disampingkan oleh pengaruh-pengaruh luar. Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam ialah Firman Tuhan dan sunah Rasulullah SAW.Kalau pendidikan diibaratkan bangunan maka isi al-Qur'an dan haditslah yang menjadi fundamen.
Dasar-dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Dasar Religius
Menurut Zuhairini, yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam al-Qur'an maupun alhadits. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama Islam adalah merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.

2. Dasar Yuridis Formal
Menurut Zuhairini dkk, yang dimaksud dengan Yuridis Formal pelaksanaan pendidikan agama Islam yang berasal dari perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama Islam, di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia. Adapun dasar yuridis formal ini terbagi tiga bagian, sebagai berikut:
3. Dasar Ideal
Yang dimaksud dengan dasar ideal yakni dasar dari falsafah Negara:
Pancasila, dimana sila yang pertama adalah ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian, bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau tegasnya harus beragama.
4. Dasar Konsitusional/Struktural
Yang dimaksud dengan dasar konsitusioanl adalah dasar UUD tahun 2002 Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi sebagai berikut:

a) Negara berdasarkan atas Tuhan Yang Maha Esa Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Bunyi dari UUD di atas mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama, dalam pengertian manusia yang hidup di bumi Indonesia adalah orang-orang yang mempunyai agama. Karena itu, umat beragama khususnya Amat Islam dapat menjalankan agamanya sesuai ajaran Islam, maka diperlukan adanya pendidikan agama Islam.
5. Dasar Operasional
Yang dimaksud dengan dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia. Menurut Tap MPR nomor IV/MPR/1973. Tap MPR nomor IV/MPR/1978 dan Tap MPR nomor II/MPR/1983 tentang GBHN," yang pada pokontya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.
Atas dasar itulah, maka pendidikan agama Islam di Indonesia memiliki status dan landasan yang kuat dilindungi dan didukung oleh hukum serta peraturan perundang-undangan yang ada.
6. Dasar Psikologis
Yang dimaksud dasar psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup.
Semua manusia yang hidup di dunia ini selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama, mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada sutu perasaan yang mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat untuk berlindung, memohon dan tempat mereka memohon pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya apabila mereka dapat mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa. Dari uaraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan tentram ialah dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu kepada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial dan moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga alam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat kelak. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan, tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa.
Tujuan pendidikan juga dapat membentuk perkembanagan anak untuk mencapai tingkat kedewasaan, baik bilogis maupun pedagogis Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga mejadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sedangkan Mahmud Yunus mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup di atas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.

I. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan mendidik itu sendiri
Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dari sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu mengasuh anak didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, mebimbing, memberikan pertolongan dari seseorang pendidik kepada anak didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam.
2. Anak didik
Yaitu pihak yang merupkan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan untuk membawa anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yang kita cita-citakan.
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam ini dilakukan. Yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia dewasa yang bertakwa kepada Allah dan kepribadian muslim.
4. Pendidik
Yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik ini mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan Islam.
5. Materi Pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan, pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
6. Metode Pendidikan Islam
Yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini mengemukakan bagaimana mngolah, menyusun dan menyajikan materi tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.
7. Evaluasi Pendidikan
Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidika Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melaui proses atau pentahapan tertentu. Apabila tahap ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya dan berakhir tenga terbentuknya kepribadian muslim.



8. Alat-alat Pendidikan Islam
Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkungan
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam.
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam itu sangat luas, sebab meliputi segala aspek yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar