BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak.
Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai kehidupan kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat bergama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Dengan melihat dari latar belakang diatas, maka pemakalah akan membahas tentang tingkah laklu yang menyimpang ini dan juga mengenai masalah konversi agama.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah didalam penulisan makalah ini adalah :
1. seperti apa yang dimaksud tingkah laku keagamaan yang menyimpang
2. Apa yang dimaksud dengan mistisisme, dan apa saja yang termasuk mistisisme?
3. Untuk mengetahui apa itu konversi agama.
BAB II
PEMBAHASAN
TINGKAH LAKU KEAGAMAAN YANG MENYIMPANG
Prof.Dr. Kasmiran Wuryo, M.A membagi norma sebagai tolak ukur tingkah laku dilihat dari penduduknya, menjadi beberapa macam, antara lain: Norma pribadi, norma grup (kelompok), norma masyarakat, norma susila dan sebagainya ( Kasmiran Wuryo, 1983 : 46-47). Dengan demikian norma keagamaan merupakan salah satu bentuk norma yang menjadi tolak ukur tingkah laku keagamaan seseorang, kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran Islam. Mengingat pembentukan norma melalui proses yang cukup panjang, bagaimanapun sulit untuk mengetahui secara tepat sumber nilai-nilai luhurnya yang sebenarnya dari suatu norma yang berlaku di masyarakat.[1]
A. MISTISISME
Pengertian mistisisme merupakan terminologi dari kaum orientalis Barat yang dapat disampakan dengan pengertian tasawuf dalam Islam.
Tujuan dari mistisme adalah memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada, dihadirat Tuhan.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, M.A, intisari dari mistisme termasuk didalamnya sufisme, ialah kesadakan akan adanya komunikasi dan dialog antara roh dan manusia dengan Tuhan sehingga mengasingkan diri dari berkontemplasi.[2]
B. HAL-HAL YANG TERMASUK MISTISISME
1. Ilmu Gaib
Yang dimaksud dengan ilmu ghaib disini adalah cara-cara dan maksud menggunakan kekuatan-kekuatan yang diduga ada di alam ghaib, yaitu yang tidak dapat diamati oleh rasio dan pengalaman phisik manusia.
Kekuatan-kekuatan gaib ini dipercaya berada di tempat-tempat tertentu, pada benda-benda (Pusaka) ataupun berada dan menjelma dalam tubuh manusia.
Sejalan dengan kepercayaan tersebut timbullah fatisen, tempat keramat dan dukun sebagai wadah dari kekuatan gaib.[3]
Berdasarkan fungsinya kekuatan gaib itu dapat dibagi menjadi :
a. Kekuatan gaib hitam, untuk dan mempunyai pengaruh jahat;
b. Kekuatan gaib merah, untuk melumpuhkankekuatan atau kemauan orang lain. (hypnotisme);
c. Kekuatan gaib kuning, untuk praktek occultisme;
d. Kekuatan gaib putih, untuk kebaikan
2. Magis
Magis adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawai, secara nonkultus dan notekhnis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa dengan tidak memperhatikan hubungan sebab akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang diingini.
3. Kebatinan
Menurut Prof. Djojodiguno, SH. Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia, aliran kebatinan dapat dibedakan menjadi :
a. Golongan yang hendak menggunakan kekuatan gaib untuk melayani berbagai keperluan manusia (ilmu gaib)
b. Golongan yang berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan selama manusia itu masih hidup agar manusia itu dapat merasakan dan mengetahui hidup di alam yang baka sebelum manusia itu mengalami mati
c. Golongan yang berniat mengenal tuhan (selama manusia itu masih hidup) dan menebus dalam rahasia ketuhanan sebagai tempat asal dan kembalinya manusia
d. Golongan yang berhasrat untuk menempuh budi luhur di dunia serta berusaha menciptakan masyarakat yang saling harga menghargai dan cinta mencintai dengan senantiasa mengindahkan perintah-perintah Tuhan.
4. Para Psikologi
Menurut para Psikologi, gejala jiwa itu dapat dibagi atas :
1) Gejala jiwa yang normal
2) Gejala jiwa paranormal : Gejala jiwa yang terdapat pada manusia normal dengan beberapa kelebihan yang menyebabkan beberapa kemampuan berupa gejala-gejala yang terjadi tanpa melalui sebab akibat panca indera
3) Gejala jiwa abnormal; gejala jiwa yang menyimpang dari gejala biasa karena beberapa gangguan ( sakit jiwa )
5. Aliran Kebatinan dan Schzoprenia
Yang menggerakkan seseorang untuk memasuki aliran kebatinan ada berbagai motif kejiwaaan, misalnya ingin tahu, rasa tidak aman, kurang percaya pada diri sendiri ataupun ingin memperdalam ajaran suatu aliran kebatinan. Bagi mereka yang mempunyai predisposisi tertentu kadang-kadang akan mengakibatkan suatu kondisi Mental breakdown. Akibat psikologis lainnya dari aliran kebatinan dapat berupa :
a. Pemimpin terlalu terlibat secara emosional terhadap pengikutnya:
b. Pemimpin cenderung untuk membiarkan individu tergantung pada kharismanya yang mungkin mengarah kepada kultus individu
c. Sering terjadi unsur explotasi dari pribadi-pribadi yang mengidap paranoida yang ingin menarik simpati
d. Memungkinkan terjadinya depresi yang menjurus kearah pengorbanan diri dan keinginan bunuh diri
e. Memungkinkan kemungkinan penampungan bagi penderita schizoprenia dan para pemimpin biasanya tak dapat memberikan psikotherapinya.[4]
6. Tasawuf
Berbeda dengan fiqih, tasawuf prinsip asasinya adalah bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Allah. Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian rohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu. Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang India yang amat fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiri demi membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya. Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama Mani'; dan di negeri-negeri lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah. Kemudian Islam datang dengan membawa perimbangan yang paling baik di antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah serta penggunaan akal. Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh agama, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad.
Iman dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam (perdebatan); dan banyak dari ulama-ulama fiqih yang tidak lagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat rohani. Mereka hanya memperhatikan dari segi lahirnya saja. Sekarang ini, muncul golongan sufi yang dapat mengisi kekosongan pada jiwa masyarakat dengan akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam dan iman, semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari kaum sufi. Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktik yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu tidak dapat diingkari. Tetapi, banyak pula di antara orang-orang sufi itu terlampau mendalami tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktikkan teori di luar Islam, ini yang dinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau perasaan yang halus dijadikan sumber hukum mereka. Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di antaranya ialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuh ibarat mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya. Banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur'an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan mempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim yang menulis sebuah buku yang berjudul: "Madaarijus-Saalikin ilaa Manaazilus-Saairiin," yang artinya "Tangga bagi Perjalanan Menuju ke Tempat Tujuan." Dalam buku tersebut diterangkan mengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak, sebagaimana buku kecil karangan Syaikhul Islam Ismail Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan dari Surat Al-Fatihah, "Iyyaaka na'budu waiyyaaka nastaiin." Kitab tersebut adalah kitab yang paling baik bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah tasawuf secara mendalam. Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannya dan boleh tidak memakainya, kecuali ketetapan dan hukum-hukum dari kitab Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian yang murni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cinta kepada sesama makhluk, makrifat akan kekurangan yang ada pada diri sendiri, mengetahui tipu muslihat dari setan dan pencegahannya, serta perhatian mereka dalam meningkatkan jiwa ke tingkat yang murni. Disamping itu, menjauhi hal-hal yang menyimpang dan terlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan oleh tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melalui ulama ini, dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutama ilmu akhlak, penyakit jiwa dan pengobatannya.[5]
C. KONVERSI AGAMA
A. Pengertian Konversi Agama
Konversi berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah, berubah. Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religius to another).[6]
Konversi agama banyak menyangkut kepada kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat dimana seseorang berada. Selin itu konversi agama memuat bebrapa pengertian dengan ciri-ciri :
(a) Adanya perubahan dan pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
(b) Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan bisa terjadi secara berproses atau mendadak.
(c) Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama keagama lain akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianautnya sendiri.
(d) Selain itu juga faktor yang mnyebabkan perubahan adalah petunjuk dari yang maha kuasa.
Didalam Islam Konversi disebut dengan Murtad, yaitu keluar dari Agama Islam dalam bentuk niat, perkataan, perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali. Kemurtadan berarti batalnya nilai religius perbuatan orang yangb bersangkutan. Kembali kepada kekafiran setelah setelah beriman berarti terputusnya hubungan dengan Allah. Menurut fakih, orang yang telah murtad kehilangan hak perlindungannya. Jika berhasil ditangkap sebelum mengadakan perlawanan. Maka hukumnya wajib dibunuh.[7]
Konversi telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita.
Dan misionaris biasanya merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang, yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan kekeliruan yang akut.
Pernyataan-pernyataan seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya yang diyakini dan dilakukannya. Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata.Kegiatan misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung didalamnya, bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada pengalihan pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.
B. Macam- Macam Konversi
Starbuck sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi dua macam, yaitu :
a. Type volitional (perubahan secara bertahap)
Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.
b. Type self surrender (perubahan secara drastis)
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.
C. Faktor- faktor yang menyebabkan konversi
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh- pengaruh tersebut antara lain:
a. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat non agama.
b. Kebiasaan yang rutin.
c. Anjuran atau propaganda dari orang- orang yang dekat , seperti keluarga, sahabat dan sebagainya.
d. Pengaruh pemimpin agama
e. Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
f. Pengaruh kekuasaan pemimpin
D. PROSES KONVERSI
Proses konversi menurut H. Carrier yaitu :
1. Terjadi disintegrasi kognitif dan motivasi sebagai akibat krisis yang dialami.
2. Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur lama.
3. Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
4. Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar