Selasa, 09 November 2010

JAMALUDDIN AL-AFGHANI

intelektual umat Islam dalam rangka menjawab bahaya ekspansionisme barat adalah Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M). Walaupun Jamaluddin al-Afghani tidak melakukan modernisme intelektual, namun ia telah menggugah kaum muslimin untuk mengembangkan dan menyuburkan disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.
II. PEMBAHASAN
a. Riwayat Hidupnya
Jamaluddin al-Afghani, al-Sayid Muhammad bin Saftar adalah tokoh yang terkemuka, yang menjadi sentral umat Islam pada abad ke XIX. Keluarganya keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang selanjutnya silsilahnya bertemu dengan keturunan ahli sunnah yang termasyhur Ali at-Tirmidzi. Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asad Abad dekat dengan suatu distrik di Kabul Afghanistan pada tahun 1839 M. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi belajar bahasa Arab dan sejarah, serta mengkaji ilmu syari’at seperti tafsir, hadits, fiqih, usul fiqh dan lain-lain.[1] Kemudian beliau meninggal dunia di Istambul tahun 1897.
Ketika berusia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal politik negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi, Afghanistan memihak pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Afghanistan meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India tahun 1869.
Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak, karena negara ini telah jatuh di bawah kekuasaan Inggris, oleh karena itu ia pindah ke Mesir pada tahun 1871. Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain :[2]
1. Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
2. Umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
3. Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).
Pan Islamisme ini bukan berarti leburnya kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan pandangan dan kembali pada ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah.
Untuk mencapai usaha pembaharuan di atas maka :
1. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketahayulan
2. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat / derajat budi luhur.
3. Rukun iman harus benar-benar menjadi pandangan hidup.
4. Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberi pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.
b. Beberapa Ajarannya
1. Bidang politik
Jamaluddin al-Afghani oleh penulis Barat dikatakan sebagai pelopor “Pan Islamisme” yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah untuk membebaskan mereka dari penjajahan Barat. Yakni sebagai jaminan keemasan Islam dahulu sebelum Islam menjadi lemah karena perpecahan yang tak putusnya dan tanah air Islam menjadi terjerumus kebodohan dan kelemahan, hingga jatuh menjadi mangsa kekuasaan Barat.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab dalam perjuangannya menuju kepada perbaikan aqidah. Maka jalan yang ditempuh oleh Jamaluddin al-Afghani ialah :
a) Perbaikan jiwa dan cara berpikir
b) Perbaikan pemerintah / negara, kemudian keduanya berhubungan mempunyai jalinan dengan ajaran agama.[3]
Semua aspek gerakan Jamaluddin al-Afghani yang menjadi sasaran utama ialah membebaskan negara Islam dari penjajahan dan untuk menuju itu umat Islam harus membebaskan diri dari pola-pola pikiran yang beku. Untuk mencairkan ini menurut Jamaluddin al-Afghani, orang-orang Islam harus mempunyai kepandaian teknis dalam rangka kemajuan barat, wajib belajar secara rahasia kelemahan orang Eropa.
2. Bidang Agama
Jamaluddin al-Afghani walaupun menjadi seorang pemimpin politik, di mana dipandang dari sudut gerakannya menunjukkan kecondongan dibidang politik, namun tidak dapat dilupakan jasanya dalam meninggikan kedudukan agama, pembaharu akal umat Islam yang dipengaruhi tradisi dan khurafat yang membawa kejumudan umat Islam. Jamaluddin al-Afghani dalam usahanya menentang penjajahan Barat, maka jalan yang ditempuhnya untuk menghadapi penjajahan ini membangunkan kembali jiwa Islam, menghilangkan sifat kesukuan / golongan dan mengikis taqlid dan fanatisme serta melaksanakan ijtihad dalam memahami a-Qur’an, hidup layak dan penuh kebijaksanaan di kalangan umat Islam.
Oleh karena itu Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa kesejahteraan umat Islam tergantung pada :[4]
- Akal manusia harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya dari kepercayaan tahayul.
- Orang harus merasa dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti yang utama.
- Orang harus menjadikan aqidah, sehingga prinsip yang pertama dan dasar keimanan harus diikuti dengan dalil dan tidaklah keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).
3. Ajarannya tentang Qada dan Qodar
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang muslim sejati dan seorang rasionalis dan ia menuntut kepada semua aliran untuk menjadikan akal sebagai dasar utama untuk mencapai keagungan Islam, karena akal menempati kedudukan istimewa dalam dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang yang bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran Mu’tazilah yang mempunyai doktrin tentang pembahasan diri dari ajaran takdir yang orang barat disebut Fatalisme.
Mengenai hal ini menurut Jamaluddin al-Afghani, adapun yang dikatakan qada dan qodar yang dikatakan “predestination” dalam bahasa Inggris sebagai tujuan permulaan.
Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah penyerahan diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid’ah) dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam untuk suatu tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam.
Jamaluddin al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa kepercayaan asasi. Tidak ada kepercayaan kepada takdir adalah kehilangan salah satu tonggak dari iman. Kepercayaan inilah yang menyebabkan umat Islam jaman dahulu, nabi-nabi dan sahabatnya dan salafus shalihin dapat merebut dunia dan mengaturnya. Menurut dia, timbulnya kerusakan di kalangan muslim antara lain : dari kepercayaan al-Jabr ini dan kesalahan dalam memahami qada dan qodar, sehingga memalingkan jiwa umat dari bersungguh-sungguh dalam usaha dan umat Islam di masa silam bersifat dinamis.[5]
4. Penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme
Perjalanan hidup Jamaluddin al-Afghani sesuai dengan jalan fikirannya. Teori dan prakteknya selalu berjalin rapat dengan tindakannya. Kedudukan dan perilakunya ditandai oleh 3 macam keadaan :
- Kenikmatan jiwa / rohani
- Perasaan agama yang mendalam
- Moral yang tinggi, ke semua ini sangat berkesan dan mempengaruhi semua usahanya.
Gambaran ini jelas dapat dilihat dalam penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme. Jamaluddin al-Afghani memandang bahwa cara penjajahan Barat di negeri Islam membawa gambaran yang berbeda untuk menghancurkan kepribadian tiap-tiap orang Islam yang bersumber dari ajaran al-Qur’an. Ajaran ini mempunyai kekuatan untuk menjalin kekuatan kesatuan di kalangan kaum muslimin. Ia memperingatkan segala gambaran yang dilihatnya itu diantaranya : usaha untuk merusak aqidah orang Islam baik dengan cara memecah belahnya maupun dengan usaha memalingkannya dari ajaran agama, yang berusaha demikian di antaranya aliran naturalisme dan materialisme.
Naturalisme yaitu hal atau tinjauan berdasarkan alam. Sedangkan materialisme adalah orang yang hanya mementingkan kebendaan di atas segala-galanya.[6] Jamaluddin sangat menentang aliran naturalis (ateis) yang tersebar luas di India, 1879. Tentang aliran ini Jamaluddin berkata “Aliran ini akan membelah kaum muslimin menjadi 2 kelompok; kelompok lama dan baru, kelompok yang tunduk kepada penjajah dan kelompok oposisi. Aliran ini juga akan memecah hubungan umat Islam India dari kekhalifahan Utsmani di sisi lain”.
Jamaluddin melihat berbagai bentuk yang dilakukan penjajahan Barat di negara Islam untuk merusak kepribadian Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan menyatukan umat Islam dalam satu ikatan. Sedangkan bentuk yang paling berbahaya ialah berusaha merusak akidah dari hatinya. Maka aliran naturalisme dan materialisme – yang di India dikenal sebutan kaum ateis – di anggap sebagai senjata melawan kekuatan umat Islam yang sumbernya agama. Menurut Jamaluddin, bahaya aliran ini, orang yang mempropagandakannya di India memakai “pakaian muslim” untuk melemahkan aqidah kaum muslim.
Ada tiga hal penolakan Jamaluddin terhadap kaum ateis yaitu: tentang pentingnya agama bagi masyarakat, bahaya aliran ateis dalam masyarakat, dan keunggulan agama Islam sebagai suatu agama dan akidah di atas agama-agama lain. Jamaluddin berpendapat, keyakinan agama sebagai suatu akidah menjamin 3 unsur penting bagi masyarakat : rasa malu, jujur dan setia. Ia menerangkan, ketiga unsur tersebut amatlah penting bagi masyarakat yang jujur, yang tidak dimiliki oleh ajaran ateisme. Ia berkata demikian :
“Sesungguhnya keyakinan seorang ateis tidak dapat bersatu dengan keutamaan sifat jujur, setia, kepahlawanan dan kesatriaan. Itu disebabkan, manusia memiliki syahwat yang tidak terbatas, sedangkan alam (nature) tidak memberikan cara-cara terbentuk untuk mencapai syahwat itu”.[7]
Sedangkan bahaya aliran materialisme dan naturalisme terhadap masyarakat diterangkan Jamaluddin dengan menyebutkan sejarah beberapa kelompok masyarakat yang telah dikuasai oleh aliran di atas, dahulu dan sekarang. Jamaluddin menerangkan aliran naturalis menampakkan diri dalam beberapa bentuk, seperti :
- Aliran Epikorus dalam masyarakat Greek (Yunani)
- Aliran Mozdak dalam masyarakat Persi
- Aliran kebatinan (mistik) dalam masyarakat Islam
- Aliran Voltaire dan Rousseau dalam masyarakat Prancis
- Aliran era modern di Turki
- Aliran Komunisme, nasionalisme dan sosialisme di Eropa dan Rusia
- Aliran Mourman di Amerika.[8]
c. Pengaruh Ajarannya
Ajaran Jamaluddin al-Afghani berpengaruh besar sekali terutama di Mesir, baik pada generasi muda (pelajar) dan sebagian ulama Azhar misalnya M. Abdul Karim Salman, Syeikh Ibrahim Allaqani, Syeikh Saad Zaqlul, pengaruh dari tokoh pembaharuan dalam Islam ini kita melihat dari Turki ketika Inggris menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin al-Afghani serta merta di usir. Kemudian melanjutkan ke Konstatinopel, dan ia mendapat perlindungan dari Abdul Hamid, lalu membentangkan politik Pan Islamisme.
d. Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam
- Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam
- Salah pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat umat Islam tidak berusaha merubah nasib mereka.
- Perpecahan yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya, mengabaikan masalah pertahanan militer, menyerahkan administrasi negara kepada orang-orang tidak kompeten dan intervensi asing (bersifat politis).
- Lemahnya rasa persaudaraan Islam.
e. Pembaharuannya
- Melenyapkan pengertian salah yang dianut umat Islam pada umumnya dan kembali pada ajaran dasar Islam yang sebenarnya, hati disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan kesediaan berkorban untuk kepentingan umat.
- Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi.
- Persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat.[9]
III. KESIMPULAN
Sepanjang hidupnya –Jamaluddin al-Afghani– telah diabadikan mengembangkan cita-cita dan perjuangannya serta ajarannya bagi kepentingan umat Islam, khususnya dan negeri-negeri yang sedang terjajah pada umumnya.
Program politik adalah menggerakkan Pan Islamisme yaitu dengan tujuan tercapainya kesejahteraan umat Islam di bawah pimpinan seorang khalifah.
::: DAFTAR PUSTAKA :::
Ahmad Sudirman, “Bidang Pemikir Islam”, http://www.fare.com, 01_Juli_2005
Alex MA., Kamus Ilmiah Populer Internasional, Disertai Data-data dan Singkatan, PT. Alfa, Surabaya, t.th.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1996, cet.12.
_____________, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 2001, cet.13.
Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1986.
M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Dirosah Islamiah III), edisi I, cet.3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988.


[1] Ahmad Sudirman, “Bidang Pemikir Islam”, http://www.fare.com, 01_Juli_2005
[2] M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Dirosah Islamiah III), cet.3, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 77
[3] M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988, hlm. 128
[4] Ibid., hlm. 131
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2001, cet.13, hlm. 47
[6] Alex MA., Kamus Ilmiah Populer Internasional, Disertai Data-data dan Singkatan, PT. Alfa, Surabaya, t.th., hlm. 233 dan 255
[7] Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1986, hlm. 36
[8] Ibid., hlm. 38
[9] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, cet.12, hlm. 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar